20 Juni 2008

Spiritualitas Ekonomi

Ekonomi yang semula diciptakan manusia untuk menyejahterakan kehidupan, kini berbalik menjadi senjata makan tuan. Belakangan manusia terjebak sebagai hamba sahaya yang menyerahkan diri dan berperilaku seperti binatang ekonomi (economy animals), sehingga diperlukan penyelarasan yang mengembalikan manusia kepada fitrahnya dengan mengedepankan spritualitas sebagai nilai alamiah makhluk yang berketuhanan.
Namun kemudian kegiatan ekonomi berkembang menjadi pemenuhan kebutuhan rumah tangga, antar rumah tangga, kelompok, lintas negara, hingga lintas benua dan telah membuat manusia terdorong untuk berproduksi dan memperluas pasar, sehingga menimbulkan rasa kepemilikan yang berlebihan dan mengabaikan ketauhidan bahwa kepemilikan yang hakiki ada di tangan Allah SWT semata.

Model bisnis Rasulullah, Muhammad SAW yang berbasis akhlak, kejujuran dan kredibilitas telah diingkari. Banyak manusia yang melanggar etika bisnis dengan melakukan kecurangan dalam takaran, menimbun barang, kebohongan publik, pengrusakan alam, menyengsarakan buruh, terlibat riba, bersikap hedonistis, serta gerakan imperialisasi yang berkedok globalisasi. Praktik ini dicela dan dilarang Islam melalui ancaman sebagaiman terdapat dalam surat Al Muthaffifin 1-6) atau dilarang melakukan kerusakan di muka bumi.
Maraknya kecurangan bisnis, mengakibatkan terjadi transformasi nilai untuk kembali kepada fitrah manusia. Ada pergeseran dari nilai intelektual ke emosional dan kemudian ke spiritual. Ini digagas oleh Danah Zohar dan Ian Marshal yang kemudian dibuktikan sendiri oleh Soichiro Honda (pendiri Honda Motor, yang hidup sederhana), Konosuke Matsushita (pengusaha yang memiliki moto 'life is not only for bread), dan perusahaan Kyoto Cheramics (yang 'memandang rendah kemewahan').

Islam telah mengajarkan kepemilikan mutlak ada di tangan Allah. Guru Marketing, Hermawan Kertajaya, juga mengedepankan tren bisnis dengan hati yang berlandaskan kejujuran. Menurutnya kejujuran merupakan resources yang langka bagi perusahaan dan sekaligus bisa menjadi sumber keunggulan bersaing yang sangat kokoh.

Islam mengakui fungsi produksi sebagai gerbang kehidupan ekonomi. Allah menganugerahkan sumber daya alam agar manusia bisa mendayagunakannya. Kerja merupakan unsur utama produksi untuk memenuhi hak hidup, hak keluarga, dan masyarakat guna mendorong fungsi produksi dalam mengoptimalkan sumberdaya insani yang mengacu full employment.
Islam menghargai kerja sebelum menghargai produknya, sehingga aktivitas produksi yang padat karya lebih disenangi daripada padat modal, karena model ini lebih memberdayakan produsen. Motif produksi masyarakat prakapitalis adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumtif belaka dan mengalami pergeseran dari keperluan konsumtif plus untuk dijual ke pasar. Sedang konsep produksi Islam memiliki nilai tambah dengan adanya fungsi sosial, karena produksi yang Islami lebih mempertimbangkan kebutuhan (needs) orang banyak daripada kesenangan (wants) orang yang berdaya beli kuat.

Perkembangan kapitalisme telah membuat fungsi uang terpisah dengan sektor riil dan bahkan menjadi komoditas komersial. Padahal fungsi idealnya hanya sebatas alat pengukuran, media pertukaran, dan penyimpan nilai. Lihat yang terjadi ketika uang menjadi komoditas disaat krisis, rupiah tertekan, debitur offshore (pinjaman dalam valuta asing) kelimpungan, mencari dollar Amerika susah, dan perbankan mengalami negative spread (akibat pendapatan bunga kredit lebih kecil daripada biaya dana).

Kini orang mulai melirik dan tertarik pada bisnis yang berbasis bagi hasil (profit sharing). Selain itu, dipacu juga perkembangan wakaf tunai dan pengumpulan zakat guna mengangkat perekonomian masyarakat kelas bawah secara produktif. Spritualitas dalam ekonomi sangat dibutuhkan untuk mewarnai aktivitas ekonomi agar tidak mengarah kepada homo homini lupus, manusia menjadi serigala sesamanya, sehingga mengaburkan makna ekonomi yang hakikat dan tujuan akhirnya untuk kesejahteraan. Bukan sebaliknya seperti yang tengah terjadi, sebuah pergulatan ideal dengan realitas. Semoga !

Diambil dari :ekonomisyariah.org
Sumber : Republika Online
Penulis: Delyuzar Syamsi (Pemimpin Cabang BNI Syariah Prim