24 Agustus 2008

Mahasiswa dan Ekonomi Islam

”Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuham mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk.” (QS. Al Kahf : 13)Sejarah bangsa Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran para pemuda. Melalui para pemuda, bangsa ini mampu melepaskan dirinya dari belenggu penjajahan bangsa asing. Mulai dari zaman sebelum pergerakan nasional dimulai atau saat perjuangan masih bersifat kedaerahaan sampai saat detik-detik proklamasi, para pemuda memiliki kontribusi yang tidak sedikit untuk kemerdekaan Indonesia. Mulai dari mereka yang memiliki kemampuan intelektualitas dan berjuang di jalur diplomasi, sampai mereka yang hanya bermodalkan semangat “merdeka atau mati” dan terjun langsung ke medan perang, memberikan kontribusi yang sangat besar demi kemerdekaan Indonesia.Ir. Soekarno, Moh. Hatta, M. Natsir, Sutan Syahrir, sampai Soe Hok Gie adalah sedikit dari ratusan bahkan ribuan nama-nama pemuda yang berjuang tanpa kenal lelah serta rela mengorbankan harta dan jiwa mereka dalam membela Indonesia. Sebuah pernyataan yang penuh arti pun sempat dikumandang oleh Ir. Soekarno, “Berikan saya sepuluh pemuda, maka akan saya gemparkan dunia.” Hal ini menunjukkan, bahwa pemuda bukan sembarang orang yang dapat memberikan perubahan bagi sebuah bangsa.
Bukan hanya di Indonesia, hampir di seluruh belahan dunia pun, pemuda memiliki peran yang sangat nyata bagi perjuangan dan perubahan sebuah bangsa. Di jazirah Arab, pada masa Rasullah SAW, ada Ali Bin Abi Thalib yang telah aktif menjadi pejuang pada usia 8 tahun dan Arqam Bin Abi Arqam menjadi aktifis pergerakan sejak berusia 16 tahun. Pada era modern, di Mesir kita kenal seorang Hasan Al Bana yang berjuang menegakkan syariah Islam dengan benar di negaranya. 
Saat ini, perjuangan para pemuda identik dengan pergerakan mahasiswa. Di mata masyarakat, mahasiswa dianggap status yang sangat prestisius bagi seseorang karena mahasiswa dianggap sebagai seseorang yang memiliki kemampuan intelektual yang baik, semangat yang tidak pernah padam, selalu memiliki ide-ide cemerlang, dinamis, kreatif dan idealisme yang tidak pernah luntur. Melalui ini semua, mahasiswa diyakini mampu mengubah keadaan sebuah bangsa atau masyarakat menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Dalam Peraturan Pemerintah No.30 tahun 1990 dijelaskan bahwa mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar pada perguruan tinggi tertentu. Mereka adalah orang-orang yang secara resmi menimba ilmu di Universitas, Institut, maupun Sekolah Tinggi. 
Beberapa gelar hebat pun disematkan kepada mahasiswa. Agent of change, social control, dan iron stock adalah beberapa gelar tersebut untuk para mahasiswa. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa menjadi sesosok yang sangat diharapkan karena memiliki kekuatan dan kemampuan dalam mengusung perubahan demi kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya.
----------------------------------------------------------------------------------------
Pada abd ke-18, lahir sebuah paham dari seorang Adam Smith (1723-1790) di Inggris dan dinamakan liberalisme. Ajaran laiser aller, laisser passer (merdeka berbuat dan merdeka bertindak) menjadi pedoman bagi paham ini. Dari paham ini ternyata lahirlah kaum borjuis dan pada akhirnya memunculkan sistem ekonomi kapitalis.
Sistem ekonomi kapitalis adalah sistem ekonomi yang menuntut penggunanya meraih keuntungan semaksimal mungkin dengan membenarkan semua cara asalkan keuntungan yang didapat bisa sangat memuaskan penggunanya. Sistem inilah yang sekarang menguasai hampir seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia.
Sistem ekonomi kapitalis memberikan dampak berupa kemiskinan. Selain itu, sistem ekonomi kapitalis juga telah mencetak orang-orang yang bermental negatif. Mental negatif yang dimaksu adalah sikap kapitalisme pada diri pelaku ekonomi kapitalis seperti hanya memiliki orientasi pada keuntungan dan kenikmatan dunia semata tanpa memperhatikan keadaan orang lain serta aturan-aturan antara manusia dan penciptanya. Jelas, keadaan ini hanya menguntungkan manusia jika dilihat dari sisi duniawi, tapi jika dilihat dari hubungan vertikal manusia dan penciptanya, hal ini membuat manusia melupakan persiapan untuk menghadapi kehidupan yang kekal setelah hari akhir nanti yaitu kehidupan di alam akhirat.
Bukti nyata kegagalan sistem ekonomi kapitalis adalah kemiskinan yang sampai hari ini belum bisa dihilangkan dengan tuntas, baik di Indonesia maupun di seluruh negara berkembang. Kalaupun ada kemiskinan yang terlihat berkurang, itu hanya bersifat semu, dalam artian kemiskinan yang berkurang tersebut hanya menyentuh sebagian orang saja dan tidak bersifat menyeluruh.
Islam sebagai agama yang sempurna, seperti yang tercantum dalam Al Quran, “pada hari ini telah Kusempurnakan agamamu untuk kamu”(QS. Al Maidah [5] : 3), memberikan sebuah solusi dari permasalahan yang disebabkan oleh sistem ekonomi kapitalis melalui sistem ekonomi Islam atau yang kita kenal saat ini sebagai Ekonomi Syariah.
Secara singkat, dapat dijelaskan Ekonomi Islam atau Ekonomi Syariah adalah sebuah sistem ekonomi yang berlandaskan pada ajaran Islam dimana sistem ekonomi ini tidak hanya berorientasi kepda keuntungan dunia tapi juga berorientasi keselamatan dunia dan akhirat para penggunanya. Sistem ekonomi Islam sebenarnya telah ada sekitar 14 abad yang lalu pada masa Rasullah SAW.
Sistem ekonomi Islam mengajak para pelakunya untuk lebih peduli kepada sesama manusia sebagai salah satu sarana dalam mencapai keselamatan dunia dan akhirat. Contoh dari perbuatan tersebut antara lain adalah, setiap pelaku ekonomi Islam yang memiliki rezeki lebih baik dari saudaranya harus menolong saudaranya yang kesejahteraannya tidak begitu baik jika dibandingkan dengan dirinya. Selain itu, dalam sistem ekonomi Islam tidak membenarkan praktik-praktik ribawi seperti pada sistem ekonomi kapitalis karena riba dapat mendzalimi sesama manusia.
Ekonomi Islam diyakini dapat memberikan efek positif terhadap kesejahteraan umat. Dengan pengelolaan ZIFWAF (Zakat, Infaq, Wakaf, dan Sedekah) yang baik, Insya Allah kesejahteraan umat dapat ditingkataktan sekaligus mengurangi angka kemiskinan. Seperti yang terjadi pada zaman Umar Bin Khattab, Gubernur Yaman Muadz Bin Jabal harus mengirim zakat ke Madinah karena pada waktu itu tidak ada lagi orang miskin di Yaman. (Ahmed, 2004). Dan juga, semua praktik ekonomi yang menggunakan sistem ribawi harus segera ditinggalkan.
--------------------------------------------------------------------------------------
Ekonomi Islam telah berkembang hampir di seluruh dunia. Tapi di Indonesia ekonomi Islam masih dipandang sebelah mata oleh sebagian besar masyarakat muslim di Indonesia. Hal ini dikarenakan sosialisasi sistem ekonomi Islam yang masih kurang dilakukakan meskipun sekarang Indonesia telah memiliki UU Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan UU Perbankan Syariah.
Mahasiswa sebagai agent of change dituntut untuk dapat memberikan perubahan yang positif bagi lingkungannya. Dalam hal ini, mahasiswa harus mampu menunujukkan peranya dalam meningkatkan kesejahteraan umat dan mengurangi angka kemiskinan. Pemikiran lama yaitu tugas memasyarakatkan ekonomi Islam hanya tugas para ahli ekonomi dan praktisi ekonomi Islam harus ditinggalkan. Mahasiswa juga berkewajiban dalam memasyarakatkan ekonomi Islam.
Lalu, kenapa mahasiswa juga harus berperan? Karena mahasiswa adalah sebuah kelompok yang hari ini dapat mengatur kampusnya dan 20 tahun yang akan datang diyakini mahasiswa mampu mengatur dunia. Dari pernyataan tersebut, mahasiswa dianggap sebagai sebuah kelompok dengan kekuatan yang luar biasa dalam menghadapi kehidupan dunia.
Berbagai peran dapat diambil oleh mahasiswa dalam memasyarakatkan ekonomi Islam. Peran yang paling sederhana adalah sosialisasi dari mulut ke mulut (door to door) terhadap lingkungan sekitarnya seperti keluarga dan teman-temannya sampai ke peran yang besar sekalipun seperti terjun langsung ke sebuah lingkungan dan menerapkan sistem ekonomi Islam dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan tersebut. 
Mahasiswa yang mengambil peran tersebut hendaknya bukan mahasiswa Fakultas Ekonomi atau mahasiswa yang mengambil studi ekonomi Islam saja, tapi juga dilakukan oleh mahasiswa secara keseluruhan tanpa memandang studi yang diambilnya. Karena untuk mewujudkan sebuah perubahan, diperlukan dukungan dari semua element pengusung perubahan itu sendiri (mahasiswa). Tetapi, untuk langkah awal pergerakan ini, tampaknya masih fokus dilakukan oleh mahasiswa yang memang memiliki latar belakang ilmu ekonomi, terutama ekonomi Islam.
Kesejahteraan masyarakat yang baik dan berkurangnya angka kemiskinan bukanlah sesuatu yang mustahil diwujudkan bila ada kerja sama yang baik antara pakar dan praktisi ekonomi Islam dengan mahasiswa dalam melakukan sosialisasi ekonomi Islam kepada masyarakat luas.
Mahasiswa adalah pemuda yang didalam dirinya mengalir darah-darah pejuang. Di dalam diri mahasiswa itu sendiri terdapat kekuatan yang besar untuk mengubah sebuah lingkungan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Buktinya adalah sekelompok mahasiswa atau pemuda juga memiliki peran dalam kemerdekaan bangsa Indonesia dan mahasiswa juga yang menggulingkan rezim pemerintahan yang dianggap otoriter melalui peristiwa 1998.
Sekarang sudah saatnya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Sistem ekonomi yang mengarah ke arah sana sudah ada, tinggal bagaimana kita dapat memanfaatkannya dengan baik. Wallahu’alam bishawab.

Bahan Bacaan :
Al Quran 
Risalah Pergerakan Mahasiswa oleh Indra Kusumah
Menjawab Keraguan Berekonomi Syariah oleh Tim Penulisa MSI UII


20 Juni 2008

Spiritualitas Ekonomi

Ekonomi yang semula diciptakan manusia untuk menyejahterakan kehidupan, kini berbalik menjadi senjata makan tuan. Belakangan manusia terjebak sebagai hamba sahaya yang menyerahkan diri dan berperilaku seperti binatang ekonomi (economy animals), sehingga diperlukan penyelarasan yang mengembalikan manusia kepada fitrahnya dengan mengedepankan spritualitas sebagai nilai alamiah makhluk yang berketuhanan.
Namun kemudian kegiatan ekonomi berkembang menjadi pemenuhan kebutuhan rumah tangga, antar rumah tangga, kelompok, lintas negara, hingga lintas benua dan telah membuat manusia terdorong untuk berproduksi dan memperluas pasar, sehingga menimbulkan rasa kepemilikan yang berlebihan dan mengabaikan ketauhidan bahwa kepemilikan yang hakiki ada di tangan Allah SWT semata.

Model bisnis Rasulullah, Muhammad SAW yang berbasis akhlak, kejujuran dan kredibilitas telah diingkari. Banyak manusia yang melanggar etika bisnis dengan melakukan kecurangan dalam takaran, menimbun barang, kebohongan publik, pengrusakan alam, menyengsarakan buruh, terlibat riba, bersikap hedonistis, serta gerakan imperialisasi yang berkedok globalisasi. Praktik ini dicela dan dilarang Islam melalui ancaman sebagaiman terdapat dalam surat Al Muthaffifin 1-6) atau dilarang melakukan kerusakan di muka bumi.
Maraknya kecurangan bisnis, mengakibatkan terjadi transformasi nilai untuk kembali kepada fitrah manusia. Ada pergeseran dari nilai intelektual ke emosional dan kemudian ke spiritual. Ini digagas oleh Danah Zohar dan Ian Marshal yang kemudian dibuktikan sendiri oleh Soichiro Honda (pendiri Honda Motor, yang hidup sederhana), Konosuke Matsushita (pengusaha yang memiliki moto 'life is not only for bread), dan perusahaan Kyoto Cheramics (yang 'memandang rendah kemewahan').

Islam telah mengajarkan kepemilikan mutlak ada di tangan Allah. Guru Marketing, Hermawan Kertajaya, juga mengedepankan tren bisnis dengan hati yang berlandaskan kejujuran. Menurutnya kejujuran merupakan resources yang langka bagi perusahaan dan sekaligus bisa menjadi sumber keunggulan bersaing yang sangat kokoh.

Islam mengakui fungsi produksi sebagai gerbang kehidupan ekonomi. Allah menganugerahkan sumber daya alam agar manusia bisa mendayagunakannya. Kerja merupakan unsur utama produksi untuk memenuhi hak hidup, hak keluarga, dan masyarakat guna mendorong fungsi produksi dalam mengoptimalkan sumberdaya insani yang mengacu full employment.
Islam menghargai kerja sebelum menghargai produknya, sehingga aktivitas produksi yang padat karya lebih disenangi daripada padat modal, karena model ini lebih memberdayakan produsen. Motif produksi masyarakat prakapitalis adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumtif belaka dan mengalami pergeseran dari keperluan konsumtif plus untuk dijual ke pasar. Sedang konsep produksi Islam memiliki nilai tambah dengan adanya fungsi sosial, karena produksi yang Islami lebih mempertimbangkan kebutuhan (needs) orang banyak daripada kesenangan (wants) orang yang berdaya beli kuat.

Perkembangan kapitalisme telah membuat fungsi uang terpisah dengan sektor riil dan bahkan menjadi komoditas komersial. Padahal fungsi idealnya hanya sebatas alat pengukuran, media pertukaran, dan penyimpan nilai. Lihat yang terjadi ketika uang menjadi komoditas disaat krisis, rupiah tertekan, debitur offshore (pinjaman dalam valuta asing) kelimpungan, mencari dollar Amerika susah, dan perbankan mengalami negative spread (akibat pendapatan bunga kredit lebih kecil daripada biaya dana).

Kini orang mulai melirik dan tertarik pada bisnis yang berbasis bagi hasil (profit sharing). Selain itu, dipacu juga perkembangan wakaf tunai dan pengumpulan zakat guna mengangkat perekonomian masyarakat kelas bawah secara produktif. Spritualitas dalam ekonomi sangat dibutuhkan untuk mewarnai aktivitas ekonomi agar tidak mengarah kepada homo homini lupus, manusia menjadi serigala sesamanya, sehingga mengaburkan makna ekonomi yang hakikat dan tujuan akhirnya untuk kesejahteraan. Bukan sebaliknya seperti yang tengah terjadi, sebuah pergulatan ideal dengan realitas. Semoga !

Diambil dari :ekonomisyariah.org
Sumber : Republika Online
Penulis: Delyuzar Syamsi (Pemimpin Cabang BNI Syariah Prim

28 Mei 2008

Pandangan Terhadap Kebijakan Ekonomi Indonesia Ditinjau dari Konsep Dasar Ekonomi Islam

Oleh : Adietya Muhlizar

Ilmu ekonomi adalah sebuah cabang ilmu dari pengetahuan sosial yang tidak bisa lepas dalam kehidupan sehari-hari karena melalui ilmu ekonomi inilah setiap manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, baik sebagai individu maupun sebagai satu kesatuan atau dikenal dengan organisasi. Dalam hal ini, organisasi yang merupakan kesatuan dari setiap individu disebut dengan negara.

Berbicara soal negara, tentu tidak bisa dilepaskan dari cabang ilmu pengetahuan sosial lainnya yaitu ilmu politik. Melalui ilmu politik ini individu-individu yang terlibat dalam organisasi yang disebut sebagai negara dapat memainkan perannya untuk mengatur sebuah negara agar dapat mencapai tujuannya yang telah dicita-citakan melalui semua kebijakan, termasuk kebijakan ekonomi.

Kebijakan ekonomi suatu negara tidak bisa lepas dari keterlibatan pemerintah karena pemerintah memegang kendali atas segala sesuatu, menyangkut semua kebijakan yang bermuara kepada keberlangsungan negara itu sendiri. Setiap pemerintahan yang sedang memimpin suatu negara tentu saja memiliki kebijakan ekonomi andalan untuk menjamin perekonomian negara yang baik dan stabil demi tercapainya kemakmuran dan kesejahteraan, karena sudah menjadi kewajiban pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi agar tercapainya kehidupan yang makmur dan sejahtera bagi rakyatnya.

Kebijakan ekonomi suatu negara juga tidak bisa dilepaskan dari paham atau sistem ekonomi yang dipegang oleh pemerintahan suatu negara, seperti sistem ekonomi Kapitalisme, Sosialisme, Campuran, maupun sistem ekonomi Islam. Tentu saja pemerintah, sebagai pengendali perekonomian suatu negara, menganut salah satu sistem ekonomi sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan ekonomi. Apapun sistem ekonomi yang dipegang oleh suatu pemerintahan, sistem ekonomi itulah yang diyakini sebagai sistem ekonomi terbaik bagi perekonomian negara yang dipimpin oleh suatu pemerintahan tersebut walaupun nantinya dalam sistem ekonomi yang dipegang memiliki berbagai kelemahan.

Dari berbagai sistem ekonomi yang ada, dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, sistem ekonomi Islam dianggap sebagai smart solution dari berbagai sistem ekonomi yang ada karena secara etimologi maupun secara empiris, terbukti sistem ekonomi Islam menjadi sistem ekonomi yang mampu memberikan kemakmuran dan kesejahteraan yang nyata dalam penerapannya pada saat zaman Rasullah Muhammad SAW dan pada masa Khalifa Islamiyah karena sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang berdasarkan pada nilai keadilan dan kejujuran yang merupakan refleksi dari hubungan vertikal antara manusia dengan Allah SWT.


Permasalahan Sistem Ekonomi Indonesia

Sistem ekonomi Indonesia berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945-sebagai landasan idil-berorientasi pada Ketuhanan Yang Maha Esa (berlakunya etika dan moral agama, bukan materialisme); Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab (tidak mengenal pada pemerasan dan eksploitasi); Persatuan Indonesia (berlakunya persamaan, asas kekeluargaan, sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi, dalam ekonomi); Kerakyatan (mengutamakan kehidupan rakyat dan hajat hidup orang banyak); serta Keadilan Sosial (persamaan/emansipasi, kemakmuran masyarakat yang utama-bukan kemakmuran bagi seseorang).[1]

Secara garis besar, sistem ekonomi Indonesia berlandasakan pada Pancasila dan UUD 1945 mengandung nilai yang sama dengan nilai-nilai yang terdapat pada sistem ekonomi Islam yang landaskan pada Al Quran dan Hadits Rasullah Muhammad SAW. Persamaan nilai tersebut adalah usaha untuk mencapai nilai keadilan dalam bidang ekonomi untuk setiap individu baik dengan menggunakan sistem ekonomi Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 maupun dengan menggunakan sistem ekonomi Islam.

Tetapi pada kenyataannya, sistem ekonomi Indonesia memiliki banyak wajah. Keberagaman wajah inilah yang membuat sistem ekonomi Indonesia dalam praktiknya seperti tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 yang menjadi landasannya. Hal ini dapat dibuktikan, meskipun sistem ekonomi Indonesia memiliki nilai keadilan, tetapi masih saja terjadi ketidakadilan ekonomi di tengah masyarakat, seperti semakin tingginya kesenjangan sosial karena kemiskinan yang belum dapat ditangani dengan baik dan juga masih adanya kebijakan ekonomi yang kurang berpihak kepada rakyat.

Hal ini yang menjadi permasalahan dalam ekonomi Indonesia karena pada dasarnya sistem ekonomi Indonesia ingin memberikan keadilan dalam bidang ekonomi kepada setiap rakyat Indonesia, tetapi kenyataannya tidak demikian, masih jauh panggang dari api. Dan Islam, melalui sistem ekonomi berusaha memberikan smart solution atas permasalahan yang terjadi.



[1] Sri Edi Swasono, “Sistem Ekonomi Indonesia”, makalah disampaikan dalam seminar Pendalaman Ekonomi Rakyat Sistem Ekonomi Indonesia, Jakarta, 19 Februari 2002, hal. 1.


Sebuah Saran untuk Sistem Ekonomi Indonesia

Sistem ekonomi Indonesia berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945 memiliki nilai keadilan. Maksud dari nilai keadilan ini adalah sistem ekonomi Indonesia menjamin keadilan dan pemerataan ekonomi bagi setiap rakyatnya sehingga kesenjangan sosial tidal lagi terlihat dengan jelas serta dapat mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan negara.

Sistem ekonomi Indonesia secara otomatis menjadi pedoman lahirnya kebijakan-kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Pada kenyataannya, setiap kebijkan ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah dirasakan tidak adil bagi sebagian lapisan masyarkat di Indonesia. Sebagai contoh, kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) di tengah tingkat kesejahteraan masyarakat yang kurang baik, membuat kehidupan masyarakat lapisan menengah, terutama menengah ke bawah menjadi sedikit lebih sulit dari sebelumnya. Di sisi lain, ada satu lapisan masyarakat, hidupnya jauh dari kesulitan ekonomi. Dalam hal ini, pemerintah belum bisa memenuhi nilai keadilan dalam sistem ekonomi Indonesia.

Sistem ekonomi Indonesia berorientasi kepada sistem ekonomi campuran, sebuah sistem ekonomi yang biasa digunakan oleh negara berkembang. Kebijakan ekonomi Indonesia berdasarkan sistem ekonomi campuran masih mengarah kepada sistem atau kebijakan ekonomi kapitalis yang terbukti hanya memberikan dampak negatif bagi perekonomian suatu negara. Sudah dapat ditebak, situasi perekonomian Indonesia menjadi kurang kondusif karena kebijakan-kebijakan ekonomi yang dinilai kurang tepat dengan situasi perekonomian Indonesia saat ini.

Islam adalah agama yang sempurna. Kesempurnaan Islam tercantum di dalam Al Quran yang semestinya menjadi pedoman kehidupan manusia karena bersumber langsung dari Allah SWT sebagai pemilik kehidupan. Al Quran menjelaskan kesempurnaan Islam[1] yaitu, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah kuridai Islam itu jadi agama bagimu”. Islam mengatur semua bidang kehidupan manusia, termasuk bidang ekonomi karena Islam sebagai agama rahmatan lil alamin (rahmat untuk semesta alam) perlu mengatur kehidupan manusia agar tercapainya keselamatan dunia dan akhirat.

Islam memberikan solusi atas permasalahan ekonomi yang dialami oleh setiap negara melalui Sistem Ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang bersumber pada Al Quran dan hadits Rasullah SAW dan mengedepankan nilai-nilai kejujuran serta keadilan dalam berekonomi. Ekonomi Islam bukan sistem ekonomi karena fenomena trend, yang muncul secara reaktif dan karena emosi keagamaan semata tetapi merupakan sebuah sistem ekonomi yang sudah muncul dan berkembang serta menempuh perjalanan panjang sejak 14 abad yang lalu ketika zaman Rasullah Muhammad SAW.[2]

Sistem ekonomi Indonesia harus mengubah orientasinya ke sistem ekonomi Islam karena sistem ekonomi Islam secara empiris telah terbukti dapat menjamin kemakmuran dan kesejahteraan suatu negara, seperti pada zaman Umar Bin Khattab, Gubernur Yaman Muadz Bin Jabal harus mengirim zakat ke Madinah karena pada waktu itu tidak ada lagi orang miskin di Yaman. (Ahmed, 2004)

Terlebih, terdapat persamaan dalam sistem ekonomi Indonesia yang berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945 dengan sistem ekonomi Islam, yaitu terdapatnya nilai keadilan. Bukan itu saja, UUD 1945 pasal 33[3] seperti bersumber kepada hadits Rasullah SAW, “Semua orang Islam berserikat dalam tiga hal: dalam hal air, rumput, api. (HR. Ahmad dan Abu Daud)[4]

Indonesia perlu menerapkan sistem ekonomi Islam sebagai dasar kebijakan ekonomi karena seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sistem ekonomi Islam dengan prinsip keadilan dan kejujuran yang jelas, jauh dari kecurangan, lebih menjamin terlaksananya kemakmuran serta kesejahteraan setiap pelakunya (negara). Selain itu, sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang dirihdai Allah SWT sebagai pemilik alam semesta sehingga lebih menjamin setiap pelaku ekonomi Islam mendapatkan keselamatan serta kebahagiaan dunia dan akhirat. Wallahu’alam bishawab


[1] Lihat Al Quran, Surrat Al Maidah ayat 3.

[2] Tim Penulis MSI UII, 2008, Menjawab Keraguan Berekonomi Syariah, Yogyakarta: Safiria Insania Press.

[3] Lihat UUD 1945 Pasal 33 ayat 1, 2, 3, dan 4.

[4] Sidqi Muhammad Jamil,1994, Sunan Abi Dawud lil Hafiz Abi Dawud Sulaiman Ibn a- Ash’ath al-Sajastanî, Beirut: Dâr al-Fikr, hal. 258


Tulisan ini merupakan tugas mata kuliah Perekonomian Indonesia, salah satu mata kuliah yang diambil penulis di semester IV FE Universitas Sriwijaya. Bahan referensi tulisan ini makalah Kebijakan Ekonomi Indonesia Ditinjau dari Konsep Dasar Ekonomi Islam, diambil dari www.google.co.id, akses Rabu, 21 Mei 2008 pukul 15.09 WIB

25 Mei 2008

Naiknya Harga Bahan Bakar Minyak (BBM)

Masyarakat di seluruh penjuru negeri, pada bulan ini mendapatkan sebuah kejutan dari pemerintah berupa kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan mulai berlaku Sabtu, 24 Mei 2008 pukul 00.00 WIB. Sebelum kebijakan harga ini ditetapkan, beberapa minggu sebelumnya sudah terdengar akan adanya kenaikan harga BBM yang memicu demonstrasi di berbagai daerah dan berakhir dengan kericuhan.
Kebijakan yang dipandang sebagai kebijakan yang tidak populer ini terpaksa diambil pemerintah karena situasi yang mulai tidak bersahabat. Beberapa pertimbangan pemerintah antara lain adalah harga minyak dunia yang saat ini mencapai harga di atas 100 US Dolar per barel (berkisar di harga 120-150 US Dolar per barel) dan berpengaruh terhadap subsidi pemerintah di Anggaran Pengeluaran dan Belanja Negara (APBN). Nilai subsidi sebesar Rp. 95 triliun membengkak menjadi Rp. 125 triliun. Pertimbangan lainnya, seperti yang pernah diungkapkan Wakil Presiden, Jusuf Kalla adalah subsidi BBM lebih banyak dinikmati orang kaya sehingga pemerintah merasa sia-sia untuk terus mengeluarkan subsidi yang tinggi untuk bahan bakar minyak (BBM). Perlu diingat, ini adalah kenaikan harga BBM yang ketiga pada era pemerintahan SBY-JK.
Sudah pasti dampak dari kenaikan harga BBM adalah kenaikan harga-harga bahan kebutuhan pokok dan tarif transportasi. Dan yang terasa paling memberatkan adalah kenaikan harga bahan kebutuhan pokok. Di tengah situasi perekonomian yang belum kondusif dan tingkat kesejahteraan penduduk yang masih belum membaik tentu saja hal ini adalah pukulan mutlak bagi penduduk terlebih mereka yang tergolong penduduk menengah ke bawah.
Pemerintah memberi sebuah solusi untuk penduduk golongan menengah ke bawah dengan program Bantuan Langsung Tunai (BLT). Tapi, program ini masih menyisakan pro dan kontra. Bagi mereka yang setuju, program ini dianggap sebagai ”obat yang mujarab” untuk meringankan beban penduduk yang kurang mampu. Bagi mereka yang kurang setuju, program BLT ini dianggap terlalu memanjakan penduduk sehingga nantinnya penduduk menjadi malas untuk berusaha. Apalagi berdasarkan pengalaman 2005, program BLT dinilai kurang efektif dan tidak tepat sasaran serta menimbulkan masalah karena banyaknya data yang tidak valid sehingga banyak orang-orang yang tidak berhak menerima BLT mendapatkan kompensasi kenaikan harga BBM tersebut.
Pemerintah juga memberikan janji untuk meringankan beban penduduk menghadapi kenaikan harga BBM ini, antara lain janji pemerintah tersebut adalah perpanjangan jatah raskin yang diberikan 15 kg per rumah tangga sasaran per bulan, dari 10 bulan menjadi 12 bulan. Artinya, November-Desember 2008, raskin tetap diterima oleh warga yang berhak. Kedua, akan diberikan bagi PNS golongan I dan II, tamtama- TNI dan Polri, bantuan pendidikan sebesar Rp. 150 ribu dibayarkan Juli satu kali karena Juni masuk tahun ajaran baru. Dan ketiga, diberikan pasar murah dari BUMN dan swasta untuk lima juta kepala keluarga khususnya buruh dan masyarakat pedesaan dan perkotaan berpendapatan tetap dengan paket belanja jumlahnya Rp. 50 ribu per paket. (Sumber : Menko Kesra). Dal satu lagi, janji pemerintah yang nantinya harus benar-benar diamati adalah, kenaikan harga BBM ini tidak akan menambah jumlah orang miskin.
Solusi di balik Kenaikan Harga BBM
Diakui atau tidak, sebenarnya menaikkan harga BBM bagaikan memakan buah simalakama bagi pemerintah. Di satu sisi, tidak menaikan harga BBM berarti menguras keuangan negara dengan subsidi yang terus membengkak dan di sisi lain, menaikkan harga BBM hanya menimbulkan keresahan bagi masyarakat.
Pada akhirnya, pemerintah harus mengambil kebijakan menaikkan harga BBM meskipun kebijakan ini dianggap sebagai mimpi buruk oleh sebagian besar penduduk Indonesia.
Sebenarnya, ada beberapa langkah yang bisa diambil pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM meskipun berada di tengah keadaan yang tidak menguntungkan. Pemerintah perlu menjamin perekonomian yang kondusif karena pemerintah (negara) memiliki peran untuk mengusahakan individu-individu memenuhi kebutuhannya dengan cara menciptakan perekonomian yang kondusif (Kahf, 1998). Beberapa langkah tersebut adalah :
1. penghematan belanja negara hingga 20 persen, mulai dari kantor kepresidenan, DPR, kementrian, dan lembaga negara lain. Minimal Rp. 20 Triliun bisa dihemat di sini. Sekarang, tidak tampak nuansa krisis. Lihatlah suasana dan fasilitas kantor pemerintah dan perilaku pejabat-pejabatnya. Tidak tampak sedikitpun nada prihatin. Bahkan gaya hidup mereka pun tidak mencerminkan pemimpin dari suatu daerah yang sedang menderita.
2. pembayaran angsuran hutang harus dijadawalkan kembali, bahkan pembayaran bunga (riba) hutang yang ternyata memakan porsi yang cukup besar harus tidak dilakukan. Dalam APBN tahun 2008 ini cicilan pembayaran hutang plus bunganya mencapai Rp. 151, Triliun (Beritasore.com, 25/11/2007). Untuk membayar bunga saja sekitar Rp. 94 Triliun (lebih dari 10 miliar dolar AS). Karena itu, penagguhan ini jelas akan membantu mengurangi beban berat APBN.
3. memanfaatkan dana APBD yang mengendap di BI dalam bentuk SBI yang bunganya jelas menambah beban pemerintah. Sepanjang tahun 2007, dana APBD mengendap di BI dalam bentuk SBI mencapai sedikitnya Rp. 146 triliun (Waspada Online, 27/8/07). Lebih dari itu, sepanjang tahun 2007, ternyata APBD kita rata-rata surplus cukup besar (Okezone.com, 6/5/08). Ini jelas bisa dimanfaatkan secara optimal untuk mengurangi beban pemerintah dan masyarakat.
4. pajak progresif terhadap pajak yang boooming seperti minyak, gas, batubara, tembaga, dan perkebunan. Tax rate-nya dinaikkan sejalan dengan kenaikkan harga. Jika taz rate atas minyak ditetapkan ditetapkan 50 persen, penerimaan pajak bisa naik minimal Rp. 9 triliun. Jika 60 persen, naiknya Rp. 15 triliun (Drajat Wibowo, Republika, 7/5).
5. memangkas perantara yang ada dalam ekspor dan impor minyak. Perantara ini cuma calo, berbasis di Singapura dan mengambil margin minimal 0,5-1 dolar AS per barel (Drajat Wibowo, Repulbika, 7/5).
6. lindung nilai (hedging) harga minyak dapat menghemat sedikitnya Rp. 55, 2 triliun. Jika realisasi harga minyak 115 dolar AS perbarel dan hedging beli di harga 95 dolar AS, terdapat selisih 20 dolar AS terhadap konsumsi BBM 35, 5 juta kiloloter, ada potensi penerimaan Rp. 44, 59 triliun (Sunarsip, Repulbika, 7/5).
7. menekan besaran alpha (margin distribusi BBM). Pendistribusian BBM bersubsidi ke Pertamina dari 9 persen menjadi 5 persen. Subsidi yang bisa dihemat dari penurunan alpha Rp. 9, 534 triliun (Agung Pri Rakhmanto, Repulbika, 7/5).

Dari tujuh langkah di atas, akan di dapat dana lebih besar daripada dana kenaikan BBM. Selain itu, pemerintah juga harus bersungguh-sungguh berusaha mengembalikan dana BLBI yang menguap entah kemana. Pemerintah akan mendapat Rp. 35 triliun untuk kenaikan harga BBM. Bandingkan dengan dana BLBI yang telah dikorup para konglmerat hitam, yang menurut catatan Kompas (2/1/2003) sekitar Rp. 225 triliun.
Pemerintah juga perlu melakukan nasionalisasi perusahaan perminyakan di Indonesia yang dikuasai pihak asing untuk meningkatkan produksi bahan bakar dan menambah cadangan bahan bakar yang akan dikonsumsi masyarakat serta mengurangi impor minyak yang dilakukan Indonesia. Apakah bukan menjadi satu hal yang memilukan, Indonesia sebagai salah satu negara penghasil minyak, masih mengimpor minyak dari luar negeri ?
Nasi sudah menjadi bubur, harga BBM sudah mengalami kenaikan. Sekarang yang bisa dilakukan adalah melakukan penghematan seefisien mungkin. Ingat, kita, sebagai warga negara juga memiliki kontribusi terhadap kenaikan harga BBM ini. Kontribusi tersebut adalah konsumsi bahan bakar yang kita lakukan dan umumnya konsumsi lewat kendaraan bermotor. Mulai dari sekarang, kita harus melakukan langkah penghematan dengan mengubah kebiasaan kita selama ini, yaitu setiap orang harus punya satu kendaraan. Lebih baik kita menggunakan angkutan umum, selain untuk menghemat pemakaian bahan bakar, kebiasaan ini juga bisa dijadikan salah satu cara penghematan pengeluaran kita untuk pembelian bahan bakar.
Langkah lainnya adalah tidak menggunakan kendaraan bermotor untuk berpergian ke tempat-tempat yang relatif dekat. Kita bisa berjalan kaki atau menggunakan sepeda untuk berpergian ke tempat-tempat yang relatif dekat. Selain menghemat bahan bakar, berjalan kaki atau bersepeda terbukti juga ramah lingkungan dan kedua langkah ini bukanlah suatu hal yang primitf. Hal inilah yang dilakukan negara-negara tetangga kita, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, bahkan Hong Kong untuk melakukan penghematan konsumsi bahan bakar minyak, sehingga ditengah situasi harga minyak dunia yang terus meroket, negara-negara tersebut sepertinya tidak merasakan dampak dari kenaikan harga minyak dunia.

Referensi :
Buletin Dakwah Al Islam, edisi 405 tahun XII.
Harian Sriwijaya Post, Sabtu, 24 Mei 2008.
Harian Sumatera Ekspres, Sabtu, 24 Mei 2008.Karya Tulis Ekonomi Islam oleh Chandra Natadipurba dengan judul Peran Negara Dalam Sistem Islam untuk Membangun Kesejahteraan (disampaikan pada Temu Ilmiah Nasional

15 Mei 2008

Menyoroti Minimya Sosialisasi Perbankan Syariah

Oleh : Agustianto

Data membuktikan, bahwa market share perbankan syariah saat ini masih sekitar 1, 7 persen dari total asset perbankan secara nasional. Angka ini menunjukkan betapa kecilnya kontribusi perbankan syariah terhadap perekonomian Indonesia. Bank Indonesia melalui blue print perbankan syariah telah menargetkan share bank syariah sebesar 5, 2 persen pada Desember 2008. Bertenggernya market share perbankan syariah sejak belasan tahun di atas satu koma, karena program sosialisasi yang dilakukan masih sangat minim (belum optimal) dan belum tepat. Artinya, sosialisasi perbankan syariah masih sangat kurang. Masyarakat luas di berbagai segmen masih terlalu banyak belum mengerti sistem, konsep, filosofi, produk, keuntungan, dan keunggulan bank syariah.

Minimnya gerakan sosialisasi tersebut terlihat dari upaya yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Menurut laporan akhir tahun Bank Indonesia 2006, kegiatan sosialisasi oleh Bank Indonesia sepanjang tahun 2006 hanyalah 51 kali. Sebuah upaya yang sangat minim mengingat besarnya jumlah penduduk Indonesia. Idealnya dalam setahun bisa dilakukan minimal 5 juta kali sosialisasi dalam setahun, bukan 51 kali.

Bentuk sosilisasi perbankan syariah sangat beragam dan luas, seperti melalui media massa cetak atau elektronik, buletin, majalah, buku, lembaga pendidikan, dan sebagainya. Dalam tulisan ini, lingkup sosialisasi yang dibahas hanyalah sosialisasi dalam bentuk edukasi masyarakat melalui dialog dan ceramah secara langsung kepada umat.

Prof.Dr.M.A.Mannan, pakar ekonomi Islam, dalam buku Ekonomi Islam, sejak tahun 1970 telah mengingatkan pentingnya upaya edukasi masyarakat tentang keunggulan sistem syariah dan keburukan dampak sistem ribawi. Dalam hal ini keseriusan Bank Indonesia perlu dipertanyakan, karena selama ini Bank Indonesia tidak memberikan perhatian yang berarti bagi upaya sosialisasi bank syariah, karena hanya sosilisasi sebanyak 51 kali dalam setahun. Betul, Bank Indonesia telah mendorong secara signifikan dari aspek regulasi seperti office channeling dan peraturan lainnya yang mendukung berkembangnya perbankan syariah. Namun dari segi edukasi yang meluas, masih jauh panggang dari api.

5 juta kali sosialisasi

Sebagaimana disebut di atas, bahwa idealnya sosialisasi perbankan syariah dilakukan sebanyak 5 juta kali dalam setahun. Asumsinya, jumlah masjid di Indonesia sekitar 600.000 buah. Jika dalam setahun hanya 1 kali sosialisasi di tiap masjid, maka dibutuhkan 600.000 kali sosialisasi. Ingat di masjid-masid tidak cukup hanya sekali sosialisasi., minal 3 atau 4 kali sosialisasi, agar pemahaman jamaah benar-benar mendalam, bukan sekedar kulit. Maka jika di setiap masjid hanya dilakukan 4 kali sosialisasi, maka dibutuhkan 2,4 juta kali sosialisasi. Belum termasuk sosialisasi terhadap 600.000 ustaz/ulamanya sebagai guru ekonomi syariah yang akan menyampaikan dakwah ekonomi Islam. Untuk mentraining para ulama minimal dibutuhkan 6.000 kali sosialisasi, dengan asumsi setiap sosialiasi dihadiri 100 peserta dan setiap sosialisasi memakan waktu 3 hari.

Sosialisasi juga mutlak dilakukan berkali-kali dalam setahun kepada majlis ta’lim ibu-ibu yang tersebar di seluruh Indonesia. Ingat, hampir di setiap desa dan kelurahan terdapat majlis ta’lim ibu-ibu, jumlahnya ratusan ribu majlis ta’lim ibu-ibu. Jika sosialisasi keada majlis ta’lim ibu dilakukan hanya 4 kali, maka paling tidak dibutuhkan 3.000.000 kali sosialisasi dengan asumsi di Indonesia ada 750 ribu kelompok majlis ta’lim.

Belum lagi sosialisasi terhadap pesantren yang jumlahnya mencapai 15.000. buah yang tersebar di Indonesia. Jika dalam setahun hanya dilakukan 1 kali kegiatan sosialisasi, maka dibutuhkan 15.000 kali sosialisasi. Sosialisasi juga harus dilakukan kepada seluruh seluruh Perguruan Tinggi, tidak saja kepada fakultas ekonomi dan fakultas syariah tetapi juga ke seluruh civitas akademika, biro rektor dan sebagainya. Jumlahnya secara keseluruhan juga tidak kurang dari 15.000.-. Demikian pula kepada seluruh sekolah Madrasah Aliyah, Tsnawiyah, MAN, dan SMU. Jumlahnya lebih dari 50.000 sekolah. Demikian pula kepada aparat pemerintah di setiap kecamatan, kabupaten kota, para pegawai di dinas-dinas pemerintah, DPRD, instansi departemen di tingkat propinsi dan kabupaten kota. Belum lagi kelompok KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji). Bahkan tidak mustahil sosialisasi kepada sekolah SD dan TK, agar bank syariah lebih dkenal sejak awal.

Berdasarkan kebutuhan akan sosialisassi tersebut, maka tidak aneh jika saat ini dibutuhkan 5 juta kali sosialisasi oleh para ahli dan atau ustaz yang terlatih. Iklan di televisi, radio memang dibutuhkan, namun sosialisasinya melahirkan market yang mengambang (floating), tidak mendalam dan siginifikan mencerdaskan umat Islam yang mendengarnya. Maka di samping iklan media massa seperti itu, sangat diperlukan pula edukasi langsung kepada masyarakat dengan metode dan materi yang tepat

Perlu menjadi catatan, bahwa Bank Indonenia tidak boleh merasa bahwa sosialisasi yang dilakukannya sudah terlalu banyak. Ini kesalahan yang sangat fatal. Sosialisasi yang dilakukan Bank Indonesia bagaikan setetes air di tengah sungai yang besar, hampir tidak berpengaruh bagi masyarakat secara signifikan, maka tidak aneh jika sejak beberapa tahun terakhir market share bank shariah masih kecil. Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang luas. Penduduknya lebih dari 200 juta. Maka edukasi bank syariah mustahil dilakukan sendirian oleh Bank Indonesia dan PKES yang dibentuknya, ditambah promosi bank-bank syariah.

Upaya-upaya promosi dan sosialisasi itu masih sangat kecil dan terbatas. Ratusan juta (sebagian besar) umat Islam Indonesia belum mengerti tentang sistem perbankan syariah. Puluhan ribu ulama yang berkhutbah di mesjid belum menyampaikan materi ekonomi syariah secara rasional, ilmiah, bernash agama dan meyakinkan umat. Hal ini karena para ulama/ ustas belum mengerti ilmu perbankan syariah. Ratusan ribu mesjid masih sepi dari topik ekonomi ekonomi syariah, karena para ustaznya tidak mengerti (bahkan tidak yakin) pada keunggulan bank syariah. Malah masih terlalu banyak ulama yang berpandangan dangkal bahkan miring tentang perbankan syariah. Seandainya para ustaz/ulama telah dicerdaskan dengan ilmu muamalah yang ilmiah (’aqliyah) dalam bidang perbankan, niscaya market share perbankan syariah tidak seperti saat ini, bahkan akan tercipta customer yang rasional, bermoral dan loyal. Jika sosialisasi sudah tepat dan benar dilakukan, hampir dipastikan tak ada jamaah masjid yang mendukung bank-bank konvesional yang memakai bunga. Jamaah masjid di Indonesia lebih dari 100 juta umat. Kini nasabah bank syariah masih 2 jutaan. Itu berarti hampir seluruh jamaah masjid yang berhubungan dengan perbankan masih menggunakan bank-bank ribawi.

Demi Allah, kita dari DPP IAEI siap dan benar-benar sanggup untuk melakukan perubahan paradigma ulama tentang perbankan serta mentraining ulama berdasarkan pendekatan integratif, ilmu-ilmu syariah dan ekonomi. Ilmu-ilmu syariah dakam hal ini bukan hanya fiqh muamalah, tetapi perangkat ilmu-ilmu alat yang sering menjadi andalan para ulama, seperti ilmu tafsir, hadits, ushul fiqh, qawaid fiqh, falsafah tasyri’, falsafah hukum Islam. Kesemuanya digabungkan dengan ilmu-ilmu modern, ilmu ekonomi moneter, perbankan dan ilmu ekonomi makro.

Pendekatan Komprehensif

Selama ini pendekatan sosialisasi belum utuh dan integratif, masih parsial dan tidak tuntas, sehingga virus keraguan para ulama dan masyarakat tentang perbankan syariah tidak hilang. Senjata sosialisasi yang ada selama ini belum ampuh menaklukkan ilmu para ulama, akademisi dan tokoh agama. Maka diperlukan modul dan materi yang telah terbukti ampuh berhasil merubah paradigma ulama dan myakinkan mereka secara rasional, ilmiah, tajam dan disertai pendekatan ilmu-ilmu syariah itu sendiri.

Jika personil Bank Indonesia atau pun bank syariah yang berasal dari pendidikan umum memberikan sosialisasi kepada para ulama pesantren, maka ulama bisa saja menolak berdasarkan ilmu ushul fiqh atau disiplin ilmu syariah lainnya. Para ulama menggangap bahwa para bankir dari Bank Indonesia dan bank syariah tidak ahli dalam tafsir ayat-ayat al-quran, hadits, ilmu ushul fiqh, tarikh tastri’ dan sebagainya. Karena itu, pendekatan kepada ulama haruslah melalui pendekatan ilmu-ilmu syariah sendiri ditambah ilmu-ilmu moneter dan perbankan secara utuh.

Sebaliknya jika ulama pesantren yang melakukan sosialisasi, juga tidak cukup karena pendekatannya sering dengan ideom halal haram, penggunaan dalil naqli an sich dan kering dari teori-teori rasional yang ilmiah atau tidak ada informasi ilmiah yang dilekatkan kepada syariah.

Sosialisasi kepada umat, bukan melulu pendekatan religius normatif (emosional) dan karena lebel syariah, tetapi lebih dari itu, sebuah materi yang berwawasan ilmiah, rasional dan obyektif. Jadi, gerakan edukasi dan pencerdasan secara rasional tentang perbankan syariah sangat dibutuhkan, bukan hanya mengandalkan kepatuhan (loyal) pada syariah. Masyarakat yang loyal syariah terbatas paling sekitar 10-15 %. Masyarakat harus dididik, bahwa menabung di bank syariah, bukan saja karena berlabel syariah, tetapi lebih dari itu, sistem ini dipastikan akan membawa rahmat dan keadilan bagi ekonomi masyarakat, negara dan dunia, tentunya juga secara individu menguntungkan. Dalam edukasi, masyarakat betul-betul dicerdaskan, masyarakat diajak agar tidak berpikir sempit, tetapi rasional, obyektif, berpikir untuk kepentingan jangka panjang.

Karena informasi keilmuan yang terbatas, masyarakat masih banyak yang menyamakan bank syariah dan bank konvensional secara mikro dan sempit. Masyarakat (publik) masih banyak yang belum mengerti betapa sistem bunga, membawa dampak yang sangat mengerikan bagi keterpurukan ekonomi dunia dan negara-negara bangsa. Karena itu sistem syariah harus dibangun secara bertahap, terprogram dan terukur dengan target-target yang realistis.

Jika masyarakat masih menganggap sama bank syariah dengan bank konvensional, itu berarti, masyarakat belum faham tentang ilmu moneter syariah, dan ekonomi makro syariah tentang interest, dampak bunga terhadap inflasi, produktitas, unemployment, juga belum faham tentang prinsip, filosofi, konsep dan operasional bank syari’ah.

Menggunakan pendekatan rasional sempit melalui iklan yang floating (mengambang) hanya menciptakan custumer yang rapuh dan mudah berpindah-pindah. Maka perlu menggunakan pendekatan rasional komprehensif, yaitu pendekatan yang menggabungkan antara pendekatan rasional, moral dan spiritual.

Pendekatan rasional adalah meliputi pelayanan yang memuaskan, tingkat bagi hasil dan margin yang bersaing, kemudahan akses dan fasilitas. Pendekatan moral adalah penjelasan rasional tentang dampak sistem ribawi bagi ekonomi negara, bangsa dan masyarakat secara agregat, bahkan ekonomi dunia. Maka secara moral, tanpa memandang agama, semua orang akan terpanggil untuk meninggalkan sistem riba.

Pendekatan spiritual adalah pendekatan emosional keagaaman karena sistem dan label syariah. Pendekatan ini cocok bagi mereka yang taat menjalankan agama, atau masyarakat yang loyal kepada aplikasi syariah. Upaya membangun pasar spiritual yang loyal masih perlu dilakukan, agar sharenya terus meningkat. Semakin gencar sosialisasi membangun pasar spiritual, maka semakin tumbuh dan meningkat asset bank-bank syariah.

Jika Bank Indonesia dan bank-bank syariah bekerjasama dengan IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia) dan para akademisi serta ulama secara serius dalam mengedukasi masyarakat, maka akan terjadi kemajuan yang luar biasa, tidak saja loncatan hebat dalam market share bank syariah, tetapi juga terbangun kcerdasan umat dalam memilih lembaga perbankan secara ilmiah dan istiqomah.

Penutup

Jika gerakan edukasi dan sosialisasi dilakukan secara optimal dan tepat, maka market share bank syariah 5,2 persen, bisa dicapai dengan cepat dengan basis nasabah yang istiqamah, bermoral dan rasional, tidak mudah berpindah-pindah ke bank konvensional karena kenaikan suku bunga perbankan konvensional. Upaya Bank Indonesia mendesak bank-bank konvensional yang membuka office channeling agar menempelkan logo (spanduk) adanya layanan syariah di kantor bank konvensional, sangat bagus, namun masyarakat harus dicerdaskan mengapa harus memilih bank syariah. Kita tidak ingin terjadinya pemilihan ke bank syariah karena ikut-ikutan, tanpa dasar ilmu pengetahuan, atau karena emosional saja. Nasabah seperti ini mudah kecewa dan menyebarkan kekecewaaannya kepada orang lain, sehingga menimbulkan citra buruk bagi bank-bank syariah. Padahal kekecewaaanya tersebut seringkali karena salah faham atau kurang mengerti tentang perbankan syariah. Insya Allah kita sangat siap membantu pencerdasan masyarakat tentang perbankan syariah tersebut, dan di beberapa daerah telah telah dibuktikan secara faktual berhasil.

(Penulis adalah Sekjen Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia, Dosen Pascasarjana Ekonomi dan Keuangan Islam UI, Pascasarjana Islamic Economics and Finance Universitas Trisakti, Pascasarjana Bisnis dan Keuangan Islam Universitas Paramadina dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Konsentrasi Perbankan Syariah).

Sumber : agustianto.wordpress.com


13 Mei 2008

Ekonomi Syariah dan Perang Melawan Kemiskinan

Kemiskinan dimanapun tempat di penjuru dunia adalah musuh manusia dan kemanusiaan. Karena kemiskinan, manusia kehilangan hak-hak kemanusiaannya: jutaan orang mati kelaparan, jutaan penduduk dunia tidak memiliki akses terhadap dunia pendidikan, serta tingkat kesehatan masyarakat miskin dunia yang sangat rendah yang menyebabkan angka kematian yang tinggi. Karena kemiskinan pula kemanusiaan tercerabut dari dalam hati nurani manusia yang ditandai dengan maraknya tindak kriminalitas yang mengatasnamakan kemiskinan.

Islam sebagai agama ternyata memiliki perhatian yang sangat besar terhadap masalah kemiskinan. Bahkan di dalam salah satu haditsnya, Rasulullah Muhammad saw. mengatakan bahwa: kemiskinan, kebodohan dan penyakit merupakan musuh agama (Islam). Di dalam hadits lain, Rasulullah bahkan mengatakan dengan tegas bahwa seorang muslim tidak diakui keimanannya bilamana ia tidur dengan kekenyangan sementara tetangganya dalam keadaan lapar.

Jika Islam mengatakan dengan tegas bahwa ia merupakan agama yang sangat memusuhi kemiskinan, lalu timbul pertanyaan : mengapa di negeri tercinta ini, yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam dan merupakan negara dengan penduduk beragama Islam terbesar di dunia begitu akrab dengan kemiskinan? Jawabannya adalah karena umat Islam khususnya umat Islam Indonesia mengaku muslim tetapi tidak (belum) mengapilaksikan nilai-nilai yang diajarkan Islam yang diyakininya dengan baik.

Di antara nilai-nilai yang diajarkan Islam dalam rangka memerangi kemiskinan adalah adanya konsep ekonomi Islam atau Ekonomi Syariah. Meski masih dalam tataran penggodogan dan bisa dikatakan belum cukup matang sebagai sebuah disiplin ilmu, Ekonomi Syariah kini tengah menjadi primadona di seantero kolong langit termasuk di Indonesia. Berbagai diskusi, kajian, seminar dan sebagainya tentang Ekonomi Syariah selalu memicu antusiasme masyarakat untuk mengetahui lebih jauh tentang hal tersebut. Ekonomi Syariah, bahkan dinilai sebagai kandidat terkuat sebagai alternative ekonomi kapitalis yang hingga saat ini belum bisa menyelesaikan permasalahan perekonomian dunia. Begitu maraknya wabah syariah sampai-sampai banyak institusi perekonomian di negeri ini sangat percaya diri menyandang kata syariah sebagai nama institusi tersebut seperti Bank Syariah, Asuransi Syariah, Akuntansi Syariah dan sebagainya.

Lalu, apakah yang ditawarkan Ekonomi Syariah sehingga menjadi primadona dalam menyelesaikan masalah kemiskinan? Hal inilah yang akan dikemukakan oleh penulis dalam artikel ini.

Keunggulan konsep Islam dalam memerangi kemiskinan didasarkan pada keunggulan strategi yang ditawarkan dalam mengatasi permasalahan tersebut, yaitu sebelum timbulnya kemiskinan (preventif) dan sesudah kemiskinan terjadi (solutif).

Pertama, Islam mengantisipasi kemungkinan timbulnya kemiskinan di masyarakat dengan menganjurkan seorang muslim untuk senantiasa bekerja, yakni pekerjaan yang baik yang tidak bertentangan dengan syariat Islam. Guna memotivasi pemeluknya untuk bekerja, Islam menjadikan kegiatan bekerja bernilai ibadah di sisi Tuhan. Di dalam Islam, motivasi kerja tidak hanya balasan berupa materi atas apa yang diusahakannya, melainkan sebagai instrument mendapatkan pahala akhirat. Dengan kata lain, demi mematahkan rantai kemiskinan Islam melakukan tindakan preventif dengan menghancurkan akar kemiskinan, yaitu pengangguran.

Kedua, setelah kemiskinan itu timbul di masyarakat, Islam memiliki ‘obat penawar’ bagi kemiskinan tersebut. ‘Obat Penawar’ kemiskinan ini berasal dari kaum kaya sebagai wujud kepedulian terhadap kaum miskin, lagi-lagi dalam konteks ibadah. Harta atau materi yang dikeluarkan kaum kaya kepada kaum miskin dijanjikan balasannya di akhirat kelak berupa pahala yang akan mengantarkan pelakunya kepada kebahagiaan abadi: surga.

Pengeluaran kaum kaya untuk membantu kaum misin terdiri dari 2 macam, pengeluaran yang bersifat memaksa (wajib) dan pengeluaran yang sifatnya sukarela (nonwajib). Jenis yang disebutkan pertama disebut dengan obligatory system—atau dikenal dengan istilah zakat yang merupakan salah satu rukun Islam yang diwajibkan bagi orang yang telah memiliki batas minimal harta (nisab) dan telah memiliki harta tersebut selama batas waktu tertentu (haul) berdasarkan jenis harta. Jenis pengeluaran ini diperuntukkan khusus bagi delapan golongan sebagaimana diatur dalam QS. 9: 60. Sedangkan jenis yang kedua disebut sebagai voluntary system yang terdiri dari berbagai jenis pengeluaran sekunder seperti shadakah, wakaf, jizyah, kharaj, fay dan sebagainya. Jenis pengeluaran yang kedua ini memiliki sasaran yang lebih luas dan lebih fleksibel dari jenis yang pertama. Orang yang ingin menjadi partisipan system ini tidak mutlak orang kaya.

Begitulah Islam. Agama ini tak hanya mengatur hubungan vertical manusia dengan Sang Pencipta, tetapi memiliki konsep yang paripurna terhadap hubungan social manusia dengan sesamanya. Salah satu yang sangat fenomenal adalah wacana ekonomi syariah guna menyelesaikan permasalahan umat. Ekonomi syariah dituntut untuk menyelesaikan berbagai permasalahan umat: mewujudkan keadilan social dengan mempersempit jurang pemisah antara kaum kaya dan kaum miskin dan mengurangi tingkat kemiskinan.

Buka Mata

Para pembaca mungkin menganggap terlalu dini bagi penulis untuk mengatakan bahwa Ekonomi Syariah akan menjadi solusi bagi begitu banyak permasalahan yang dihadapi bangsa Indoensia. Namun berbagai fenomena baik di negara ini pada khususnya maupun di dunia pada umumnya, mungkin bisa membuka mata pembaca. Bank-bank syariah telah menarik perhatian masyarakat dunia karena system bagi hasil yang adil dan larangan riba, perjudian dan penipuan—yang semuanya adalah hal yang merugikan orang lain. Di samping itu, Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat cukup berhasil dalam memobilisasi dana guna membantu negara menjalankan fungsi mewujudkan kesejahteraan social; memberi beasiswa bagi siswa tidak mampu agar dapat mengakses pendidikan, membantu modal kaum dhuafa untuk meningkatkan perekonomian serta menyediakan layanan kesehatan cuma-cuma bagi fakir miskin.

sumber : ukasbaik.wordpress.com

LIHATLAH DENGAN HATI







APAKAH KITA HANYA BISA DIAM DENGAN KEADAAN DI ATAS ????????????????????????????????


KAMPANYEKAN EKONOMI ISLAM!!!! PERANGI KEMISKINAN

10 Mei 2008

PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA, KEMARIN, HARI INI dan MASA YANG AKAN DATANG

Oleh : Adietya Muhlizar, tulisan ini disampaikan secara singkat pada Presentasi Trainer Idol, dalam Sharia Economics Training (SET) yang di selenggarakan oleh Forum Silahturahmi Studi Ekonomi Islam Lampung (FOSSEIL), Bandar Lampung, 4 Mei 2008, dengan judul Evaluasi dan Prospek Perbankan Syariah.

Pendahuluan

Perbankan merupakan salah satu Lembaga Keuangan yang memiliki pengaruh besar dalam roda perekonomian masyarakat. Bank adalah sebuah lembaga bagi masyarakat untuk menyimpan uang mereka dan juga bank menjadi tempat peminjaman uang di saat ada yang membutuhkan. Seiring dengan berjalannya waktu, bank telah menjadi sebuah kebutuhan hidup bagi manusia.

Bank yang diharapakan bisa menjadi solusi bagi masalah perekonomian masyarakat ternyata memiliki sisi negatif. Sisi negatif tersebut berupa sistem bunga atau dikenal dengan Riba. Sistem bunga atau Riba ini terdapat pada perbankan konvensional atau yang secara ekstrem bisa disebut Bank dengan Sistem Kapitalis. Sistem bunga atau Riba sangat meresahkan nasabah karena sistem ini dinilai terlalu menguntungkan pihak bank, terutama dalam menjalankan perannya sebagai kreditur, walaupun nasabah sedang berada dalam kondisi yang tidak baik. Dengan kata lain, riba telah menzalimi nasabah.

Sistem bunga atau Riba juga menyebabkan kerusakan dalam perekonomian suatu negara. World Bank mencatat, hutang negara-negara berkembang pada tahun 1982 mencapai 715 milyar dolar dan beban bunga yang harus dibayarkan sebesar 66 milyar dolar (World Bank, 1984). Kondisi ini mengalami puncaknya ketika pada tahun 1997 terjadi krisis ekonomi cukup parah yang melanda beberapa negara termasuk Indonesia.

Islam sebagai agama yang sempurna memberikan solusi atas permasalahan-permasalahan yang terjadi karena sistem bunga pada perbankan. Islam yang mencakup aspek Fikih, dalam hal ini Fikih muamalah telah menjawab permasalahan di atas dengan adanya Bank-Bank berbasis sistem ekonomi Islam atau dikenal dengan ekonomi syariah yang tidak mengenal sistem bunga atau riba. Sistem ekonomi Islam berorientasi pada dunia dan akhirat.

Dimulai dengan didirikannya Mit Ghamr Local Saving Bank pada tahun 1963 di Mesir, pada hari ini telah banyak bermunculan bank-bank syariah. Tidak hanya di negara-negara yang berpenduduk bermayoritas muslim seperti Indonesia, negara-negara barat seperti Amerika Serikat dan Inggris pun saat ini sedang giat-giatnya mendirikan bank dengan sistem syariah karena memang diyakini, bank dengan sistem syariah lebih menguntungkan, baik pihak bank dan terutama pihak nasabah sehingga bisa lebih menarik minat masyarakat luas untuk menggunakan jasa-jasa perbankan syariah.

Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia

Perbankan syariah adalah lembaga investasi dan perbankan dan yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Sumber dana yang didapatkan harus sesuai dengan syara’, alokasi investasi yang dilakukakan bertujuan untuk menumbuhkan ekonomi dan sosial masyarakat serta melakukan jasa-jasa perbankan yang sesuai dengan nilai-nilai syariah. Dari definisi tersebut jelas bahwa perbankan syariah tidak hanya semata-mata mencari keuntungan dalam operasionalnya akan tetapi terdapat nilai-nilai sosial kemasyarakatan dan spititualisme yang ingin dicapai.

Eksistensi perbankan syariah di Indonesia ditandai dengan dibentuknya PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk pada tahun 1991 diprakarsai oleh Majelis ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasionalnya pada tahun 1992. Sewaktu terjadi krisis ekonomi moneter di Indonesia, Bank Muamalat Indonesia dengan sistem syariahnya menjadi satu-satunya bank yang tidak terimbas dampak krisis ekonomi moneter tersebut.

Konsep Ekonomi Syariah diyakini menjadi “sistem imun” yang efektif bagi Bank Muamalat Indonesia sehingga tidak terpengaruh oleh gejolak krisis ekonomi pada waktu itu ternyata menarik minat pihak perbankan konvensional untuk mendirikan Bank yang juga memakai sistem syariah. Pada tahun 1999, perbankan syariah berkembang luas dan booming pada tahun 2004.

Hingga hari ini, sudah berdiri tiga bank yang beroperasi dengan sistem syariah atau bank umum syariah. Ketiga bank tersebut adalah Bank Muamalat Indoenesia, Bank Syariah Mandiri (BSM), dan Bank Syariah Mega Indonesia (BSMI). Belum lagi ditambah dengan Unit Usaha Syariah dari bank-bank konvensional seperti BNI Syariah, BRI Syariah, HSBC Ltd, dll. Bank Pembanguan Daerah (BPD) pun tidak mau ketinggalan untuk membuka Unit Usaha Syariah seperti Bank Sumsel Syariah. Dan perbankan syariah di Indonesia menjadi semakin semarak dengan hadirnya Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).

Dengan perkembangan yang cukup signifikan ini, perbankan syariah nantinya bisa menjadi salah satu pancang perekonomian Indonesia yang kuat dan menjadi solusi terbaik terhadap permasalahan-permasalahan perekonomian yang ada di masyarkat saat ini, terutama bagi mereka yang memiliki Usaha Kecil dan Menengah, yang sangat membutuhkan pinjaman dana dari bank untuk usahanya.

Realita Perbankan Syariah di Indonesia Pada Hari Ini

Tak ada gading yang tak retak. Tampaknya pribahasa itulah yang sesuai dengan perkembangan perbankan syariah di Indonesia pada saat ini. Di balik perkembangan perbankan syariah yang diinilai cukup baik, ternyata perbankan syariah masih memiliki beberapa permasalahan.

Permasalahan pertama datang dari internal perbankan syariah itu sendiri. Perkembangan perbankan syariah yang baik tidak diimbangi dengan pengetahuan dan pemahaman yang baik dari karyawan perbankan syariah terhadap perbankan syariah dan ekonomi Islam. Sehingga adanya anggapan di masyarakat, kinerja bank syariah tidak sebaik kinerja bank konvensional. Hal ini bisa berakibat kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah.

Kedua, bank syariah masih memiliki fasilitas-fasilitas yang belum terintegrasi dengan baik, terutama fasilitas Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Bank syariah masih menggunakan mesin ATM bank lain jika nasabahnya ingin melakukan transaksi melalui mesin ATM. Meskipun ini merupakan kemudahan dari layanan ATM bersama, dimana nasabah yang memiliki kartu ATM dari bank tempat ia mempunyai nomor rekening bisa melakukan transaksi di mesin ATM bank lain, layanan ini menimbulkan ketidaknyamanan bagi nasabah. Ketidaknyamanan tersebut adalah nasabah akan dikenakan fee jika menggunakan mesin ATM bank lain untuk bertransaksi (misalnya tarik tunai, cek saldo, transfer, dll).

Ketiga, jumlah cabang bank syariah di beberapa daerah juga masih sangat terbatas. Hal ini berdampak minimnya masyarakat yang menggunakan jasa perbankan syariah. Market share perbankan syariah pun menjadi tidak begitu tinggi. Seperti yang diungkapkan Drs. Agustianto, M. Ag, Sekjen DPP Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), market share perbankan syariah belum mencapai 2 % dari total asset bank secara nasional.

Selanjutnya, permasalahan juga datang dari regulasi tentang perbankan syariah. Belum disahkannya Rancangan Undang-Undang Perbankan Syariah menjadi Undang-Undang oleh anggota Dewan, menjadi permasalahan sendiri bagi pihak perbankan syariah karena belum ada regulasi yang jelas tentang perbankan syariah. Padahal RUU ini sudah diajukan sejak bulan Februari 2006, berbeda dengan RUU Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang baru-baru ini disahkan menjadi Undang-Undang sejak pengajuannya pada Maret 2007.

Dan puncak dari permasalahan di atas adalah, kurangnya sosialisasi di masyarakat tentang perbankan syariah. Masyarakat masih memiliki pengetahuan yang kurang baik tentang bank syariah. Seperti, masyarakat masih beranggapan sistem bunga pada bank konvensional sama saja dengan sistem bagi hasil pada bank syariah sehingga masyarakat lebih memilih menggunakan jasa perbankan konvensional yang dinilai telah berpengalaman dalam menjalankan usaha perbankan walalupun sebenarnya perbankan konvensional memberikan sesuatu yang negatif bagi nasabahnya, baik dari segi dunia maupun akhirat.

Perbankan Syariah di Indonesia Pada Hari Esok

Setelah mengetahui realita perbankan syariah di Indonesia seperti yang dijelaskan sebelumnya, membuat kita menjadi pesimis terhadap prospek perbankan syariah di saat yang akan datang ? Rasanya kita tidak perlu pesimis karena perbankan syariah masih memiliki prospek yang lebih cerah di hari esok.

Seperti yang Allah jelaskan di Al Quran, Surat Ar Rad ayat 11, “Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sampai kaum tersebut mengubah keadaannya sendiri.” Bank syariah masih bisa tumbuh lebih baik lagi dari saat ini jika memang serius melakukan perubahan dan perbaikan.

Apa yang menjadi permasalahan saat ini harus segera dibenahi. Mulai dari intern perbankan syariah itu sendiri (misalnya up grading knowledge karyawan perbankan syariah tentang ekonomi Islam) sampai masalah pengesahan RUU Perbankan Syariah yang harus disegerakan pengesahannya.

Perbaikan sangat diperlukan mengingat perbankan syariah sangat berpotensi menguatkan perekonomian negara. Perbankan syariah juga mendapat dukungan dari Lembaga Keuangan Islam di seluruh dunia sehingga nantinya membantu perkembangan perbankan syariah maupun perekonomian negara menuju arah yang lebih baik.

Satu hal penting yang juga tidak boleh dilupakan adalah memaksimalkan sosialisasi perbankan syariah di masyarakat. Jika masyarakat sudah memiliki pengetahuan serta pemahaman yang baik mengenai perbankan syariah dan ekonomi Islam, maka masyarakat tidak ragu lagi terhadap perbankan syariah. Sehingga, market share bank syariah akan lebih meningkat dan mampu melampaui target Bank Indonesia, yaitu pada Desember 2008, market share bank syariah bisa mencapai 5 % dari total asset bank secara nasional. Masyarakat pun Insya Allah akan diridhoi Allah karena sudah menerapakan hukum dan aturan-Nya terutama dalam bidang ekonomi. Apa lagi dewasa ini sudah banyak lembaga-lembaga kajian ekonomi Islam, baik untuk masyarakat umum atau kalangan tertentu seperti mahasiswa.

Harapan-harapan ke arah perbankan syariah yang lebih baik dari hari ini masih sangat besar. Pintu ke arah itu masih terbuka lebar asalkan semua pihak yang terlibat dalam perbankan syariah benar-benar serius memperbaiki keadaan yang terjadi saat ini serta selalu Istiqomah di Allah yang menuntun kebahagian dunia dan akhirat.

Jika semua permasalahan dan keadaan saat ini sudah dibenahi, Insya Allah perbankan syariah di Indonesi akan menjadi lebih baik dari hari. Allahu Akbar!!!

09 Mei 2008

Sumber Zakat Dalam Perekonomian Modern

Pendahuluan
Zakat adalah ibadah yang memiliki dua dimensi yaitu vertikal dan horisontal, yaitu merupakan ibadah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah (vertical) dan sebagai kewajiban kepada sesama manusia (horizontal). Zakat juga sering disebut sebagai ibadah maaliyah ijtihadiyah. Tingkat pentingnya zakat terlihat dari banyaknya ayat (sekitar 82 ayat) yang menyandingkan perintah zakat dengan perintah sholat.
Zakat merupakan salah satu ciri dari sistem ekonomi Islam, karena zakat merupakan salah satu implementasi azas keadilan dalam sistem ekonomi Islam. Menurut M.A Mannan (1993)[1] zakat mempunyai enam prinsip yaitu :
prinsip keyakinan keagamaan; yaitu bahwa orang yang membayar zakat merupakan salah satu manifestasi dari keyakinan agamanya;
prinsip pemerataan dan keadilan; merupakan tujuan sosial zakat yaitu membagi kekayaan yang diberikan Allah lebih merata dan adil kepada manusia.
prinsip produktifitas; menekankan bahwa zakat memang harus dibayar karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu setelah lewat jangka waktu tertentu.
prinsip nalar; sangat rasional bahwa zakat harta yang menghasilkan itu harus dikeluarkan.
prinsip kebebasan; zakat hanya dibayar oleh orang yang bebas
prinsip etika dan kewajaran; yaitu zakat tidak dipungut secara semena-mena
Menurut Monzer Kahf, tujuan utama dari zakat adalah untuk mencapai keadilan sosial ekonomi. Zakat merupakan transfer sederhana dari bagian dengan ukuran tertentu harta si kaya untuk dialokasikan kepada si miskin (Kahf,1999).[2]
Muhammad Daud Ali menerangkan bahwa tujuan zakat adalah : (1) mengangkat derajat fakir miskin; (2) membantu memecahkan masalah para gharimin, ibnu sabil dan mustahik lainnya; (3) membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam dan manusia pada umumnya; (4) menghilangkan sifat kikir dan loba para pemilik harta; (5) menghilangkan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati orang-orang miskin; (6) menjembatani jurang antara si kaya dengan si miskin di dalam masyarakat; (7) mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang terutama yang memiliki harta; (8) mendidik manusia untuk berdisiplin menunaika kewajiban dan menyerahkan hak orang lain padanya; (9) sarana pemerataan pendapatan untuk mencapai keadilan sosial (Ali, 1988).[3]
Sedangkan menurut M.A. Mannan, secara umum fungsi zakat meliputi bidang moral, sosial dan ekonomi. Dalam bidang moral, zakat mengikis ketamakan dan keserakahan hati si kaya. Sedangkan dalam bidang sosial, zakat berfungsi untuk menghapuskan kemiskinan dari masyarakat. Di bidang ekonomi, zakat mencegah penumpukan kekayaan di tangan sebagian kecil manusia dan merupakan sumbangan wajib kaum muslimin untuk perbendaharaan negara.
Makalah ini menyoroti tentang sumber-sumber zakat dalam sistem perekonomian modern dimana dengan perkembangan sumber-sumber ekonomi maka seharusnya sumber zakat pun berkembang, karena tujuan zakat adalah transfer kekayaan dari masyarakat yang kaya kepada masyarakat yang kurang mampu, sehingga setiap kegiatan yang merupakan sumber kekayaan harus menjadi sumber zakat.


Syarat-syarat Harta yang wajib dikeluarkan zakatnya
Islam selalu menetapkan standard umum pada setiap kewajiban yang dibebankan kepada umatnya, termasuk penetapan harta yang menjadi sumber atau obyek zakat.

Persyaratan harta yang menjadi sumber atau obyek zakat[4]

Pertama, harta tersebut harus didapatkan dengan cara yang baik dan yang halal. Artinya harta yang haram, baik substansi bendanya maupun cara mendapatkannya jelas tidak akan dikenakan zakat, karena Allah tidak akan menerimanya, sebagaimana yang tersebut dalam QS Al Baqarah 267 menyatakan :

“ Hai orang-orang yang beriman nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian drai apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan darinya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”

Kedua, harta tersebut berkembang atau berpotensi untuk dikembangkan, seperti melalui kegiatan usaha atau perdagangan atau diinvestasikan, baik oleh diri sendiri atau orang lain. Dalam terminologi fiqhiyyah, menurut Yusuf al Qardhawi[5] pengertian berkembang ada dua macam, yaitu secara konkret dan tidak konkret. Yang konkret dengan cara dikembangbiakkan, diusahakan, diperdagangkan dan yang sejenis dengannya. Sedangkan yang tidak konkret maksudnya harta tersebut berpotensi untuk berkembang, baik berada ditangannya maupun di tangan orang lain atas namanya.
Syarat ini sesungguhnya mendorong setiap muslim untuk memproduktifkan harta yang dimilikinya. Harta yang diproduktifkan akan selalu berkembang dari waktu-waktu dan ini sesuai dengan makna zakat “Al Naama” yang berarti berkembang dan bertambah.

Ketiga, milik penuh, yaitu harta tersebut berada di bawah kontrol dan dalam kekuasaan pemiliknya. Atau menurut sebagian ulama bahwa harta itu berada di tangan pemiliknya di dalamnya tidak tersangkut hak orang lain dan ia dapat memilikinya.

Keempat, harta tersebut menurut jumnhur ulama, harus mencapai nisab, yaitu jumlah minimal yang menyebabkan harta terkena kewajiban zakat. Contohnya nisab zakat emas adalah 85 gram, nishab zakat hewan ternak kambing adalah 40 ekor dan sebagainya. Hal ini berdasarkan berbagai hadist yang berkaitan dengan standard minimal kewajiban zakat, misalnya hadist riwayat Bukhari dan Abi Said bahwa Rasulullah saw bersabda :

“Tidaklah wajib sedekah (zakat) pada tanaman kurma yangkurang dari lima ausaq. Tidak wajib sedekah (zakat) pada perak yang kurang dari lima awaq. Tidak wajib sedekah (zakat) pada unta yang kurang dari lima ekor.”
Sedangkan Abu Hanifah[6] berpendapat bahwa banyak atau sedikit hasil tanaman yang tumbuh di bumi wajib dikeluarkan zakatnya, jadi tidak ada nishab. Hal ini berdasarkan hadist riwayat Imam Bukhari dari Salim bin Abdillah, dari bapaknya, bahwasanya Nabi Muhammad saw bersabda :

“Setiap tanaman yang diari oleh air hujan atau air sungai, maka zakatnya adalah sepersepuluh. Dan yang diairi dengan mempergunakan alat, zakatnya adalah separo dari sepersepuluh (lima persen).”

Namun menurut Dr. Didin Hafidhuddin, nisab merupakan keniscayaan sekaligus merupakan kemaslahatan, sebab zakat itu diambil dari orang yang kaya (mampu) dan diberikan kepada orang-orang yang tidak mampu. Indikator kemampuan harus jelas, dan nisablah merupakan indikator kemampuannya. Jika kurang dari nisab, Islam memberikan pintu untuk mengeluarkan sebagian dari penghasilan yaitu infak dan sedekah.

Kelima, sumber-sumber zakat tertentu seperti perdagangan, peternakan, emas dan perak harus sudah berada atau dimiliki atau diusahakan dalam tenggang waktu satu tahun. Persyaratan ini yang disebut persyaratan al haul. Ini berdasarkan hadist riwayat Abu Dawud dari Ali bin Abi Thalib, Rasulullah bersabda :

“ Jika Anda memiliki dua ratus dirham dan telah berlalu waktu satu tahun, maka wajib dikeluarkan zakatnya sebanyak lima dirham. Anda tidak mempunyai kewajiban apa-apa sehingga Anda memiliki dua puluh dinar dan telah berlalu waktu satu tahun, dan Anda harus berzakat sebesar setengah dinar. Jika lebih, maka dihitung berdasarkan kelebihannya. Dan tidak ada zakat pada harta sehingga berlalu waktu satu tahun.

Keenam, sebagian ulama mahzab Hanafi mensyaratkan kewajiban zakat setelah terpenuhi kebutuhan pokok, atau dengan kata lain zakat dikeluarkan setelah terdapat kelebihan dari kebutuhan hidup sehari-hari. Yang dimaksud dengan kebutuhan pokok adalah kebutuhan yang jika tidak terpenuhi akan mengakibatkan kerusakan dan kesengsaraan dalam hidup. Namun sebagian ulama berpendapat bahwa amatlah sulit untuk menentukan atau mengukur seseorang itu telah terpenuhi kebutuhan pokoknya atau belum. Dan kebutuhan pokok setiap orang berbeda-beda. Karena itu menurut mereka[7] syarat nishab dan an namaa sudahlah cukup.


Sumber-sumber Zakat
Jenis-jenis harta yang menjadi sumber zakat yang dikemukakan secara terperinci dalam Al Qur’an dan hadist, menurut sebagian ulama[8] pada dasarnya ada empat jenis yaitu (1) tanam-tanaman dan buah-buahan, (2) hewan ternak, (3) emas dan perak serta (5) harta perdagangan. Pada masa Rasulullah kelompok harta yang ditetapkan menjadi obyek zakat terbatas pada (1) emas dan perak; (2) tumbuh-tumbuhan tertentu seperti gandum, jelai, kurma dan anggur; (3) hewan ternak tertentu seperti domba atau biri-biri, sapi dan unta; (4) harta perdagangan (tijarah); (5) harta kekayaan yang ditemukan dalam perut bumi (rikaz). Sedangkan menurut ulama yang lain menyatakan bahwa harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah nuqud (emas dan perak), barang tambang dan temuan, harta perdagangan , tanaman dan buah-buahan, hewan atau binatang ternak

Selain dari yang disebutkan itu, Qur’an hanya merumuskan apa yang wajib dizakati dengan rumusan yang sangat umum yaitu ”kekayaan”, seperti firman Nya ” Pungutlah olehmu zakat dari kekayaan mereka .....” . ”Di dalam kekayaan mereka terdapat hak peminta-minta dan orang yang melarat.” Yang harus diperhatikan adalah, apakah definisi dari kekayaan tersebut ? Menurut Yusuf Qardhawi (Yusuf Qardhawi, 123, 2002)[9] kekayaan atau amwal (kata jamak dari maal) menurut bahasa Arab adalah segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia untuk menyimpan dan memilikinya. Atas dasar tersebut setiap benda berwujud yang diinginkan manusia untuk disimpan atau dimilikinya setelah memenuhi syarat-syarat wajib zakat, harus dikeluarkan zakatnya

Seiring perkembangan zaman, jenis obyek zakat terus berkembang. Para ahli fiqih terus mengadakan pengkajian, melakukan ijtihad untuk menentukan harta-harta obyek zakat yang belum dikenal di zaman Rasulullah. Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hambali & Imam Hanafi banyak memberikan tambahan harta obyek zakat. Pada zaman Umar bin Abdul Azis, sudah dikenal zakat penghasilan yaitu zakat dari upah karyawannya. Didin Hafidhuddin menjelaskan bahwa sektor-sektor ekonomi modern juga merupakan obyek zakat yang potensial. Misalnya penghasilan yang diperoleh dari keahlian, peternakan ayam, lebah, perkebunan, usaha-usaha properti, dan surat-surat berharga seperti saham, dan lainnya


Emas, perak dan uang

Dalil atas diwajibkannya zakat terhadap emas dan perak adalah sebagai berikut :

”Dan orang-orang yang membendaharakan emas dan perak dan mereka tidak membelanjakannya di jalan Allah, maka kabarkanlah kepada mereka bahwa mereka akan menderita azab yang pedih.” (QS. At Taubah : 34)


Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda :

”Tidak ada seorangpun yang mempunyai emas dan perak yang dia tidak berikan zakatnya, melainkan pada hari kiamat dijadikan hartanya itu beberapa keping api neraka. Setelah dipanaskan, digosoklah lambungnya, dahinya, belakangnya dengan kepingan itu; setiap-setiap dingin, dipanaskan kembali pada suatu hari yang lamanya 50 ribu tahun, sehingga Allah menyelesaikan urusan hambaNya. ”

Ayat dan hadist tersebut menegaskan bahwa mengeluarkan zakat dari emas dan perak yang telah mencapai syarat wajib zakat, wajib hukumnya. Syarat wajib zakat adalah telah mencapai nisab dan haulnya. Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abu Dawud[10] dari Ali bin Abi Thalib, Rasulullah SAW bersabda :

”Apabila anda memiliki dua ratus dirham dan telah berlalu waktu satu tahun, maka wajib zakat atasnya lima dirham. Anda tidak punya kewajiban zakat emas sehingga anda memiliki dua puluh dinar dan telah berlalu satu tahun, dan zakatnya sebesar setengah dinar. Dan jika lebih, maka hitunglah berdasarkan kelebihannya. Dan tidak ada pada harta, kewajiban zakat sehingga berlalu waktu satu tahun.”

Berdasarkan hadist riwayat Abu Dawud, nisab zakat emas adalah 20 misqal atau 20 dinar, sedangkan nisab perak adalah 200 dirham. Banyak perbedaan pendapat tentang 20 misqal tersebut setara dengan berapa gram emas, ada ulama yang menyatakan 96 gram emas, 93, 91, 85 bahkan ada yang 70 gram emas. Menurut Yusuf al Qardhawi[11], yang sekarang banyak dianut oleh masyarakat, 20 misqal adalah sama dengan 85 gram emas. Dua ratus dirham perak sama dengan 595 gram perak.

Termasuk pembahasan di sekitar zakat emas dan perak adalah zakat perhiasan. Para ulama telah sepakat wajibnya zakat atas perhiasan yang haram dipakai seperti perhiasan yang dipakai laki-laki, atau bejana emas dan perak yang dijadikan tempat makan dan minum. Sedangkan terhadap perhiasan yang dipakai oleh kaum perempuan, jumhur ulama sepakat akan tidak wajibnya zakat bagi perhiasan selain emas dan perak yang dipakai perempuan seperti intan, mutiara dan permata. Salah satu alasan yang dikemukakan adalah bahwa benda-benda tersebut tidak berkembang, tetapi sekedar kesenangan dan perhiasan bagi kaum perempuan yang diizinkan Allah sebagaimana tersebut dalam QS An Nahl : 14. Pendapat berbeda dikemukakan oleh ulama syiah yang mengatakan bahwa zakat tetap diwajibkan atas perhiasan selain emas dan perak seperti intan dan permata berdasarkan keumuman QS At Taubah : 103 yang menyatakan zakat harus dikeluarkan dari setiap harta yang dimiliki.

Untuk kondisi saat ini, dimana barang-barang perhiasan bernilai ekonomis yang tinggi, yang nilainya sangat mahal dan seringkali melebihi nisab emas, sudah selayaknya pendapat terakhir ini harus diperhatikan.

Hal lain yang berdekatan dengan zakat emas dan perak adalah zakat uang. Zakat uang nisab dan kadar zakatnya nya sama atau setara dengan nisab emas yaitu 85 gram emas dan kadarnya 2,5%.

Zakat Hasil Pertanian

Para ulama sepakat tentang kewajiban zakat hasil pertanian, sesuai dengan perintah Allah pada QS Al Baqarah ayat 267 dan QS Al An’am ayat 141 :


“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.........”

(QS Al Baqarah : 267)



“ Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya, (dengan dikeluarkan zakatnya).......” (QS Al An’am : 141).


Ayat-ayat tersebut bersifat umum, dengan demikian dapat dipahami bahwa seluruh tanaman wajib dikenakan zakatnya. Namun demikian, ada perbedaan pendapat para ulama tentang jenis tanaman yang wajib dikeluarkan zakatnya (M. Ali Hasan : 6-7, 2000) [12] antara lain yaitu :


1. Al Hasan al Bashri, al-Tsauri dan as-Sya”bi berpendapat hanya empat macam jenis tanaman yang wajib dizakati yaitu biji gandum, padi, kurma dan anggur. Syaukani juga berpendapat demikian. Alasan kelompok ini adalah karena hanya itulah yang disebutkan dalam nash (al hadist).

2. Abu Hanifah berpendapat bahwa semua tanaman yang diusahakan (produksi) oleh manusia dikenakan zakat kecuali pohon-pohonan yang tidak berbuah.

3. Abu Yusuf dan Muhammad (keduanya murid Abu Hanifah) berpendapat bahwa semua tanaman yang bisa bertahan selama satu tahun (tanpa bahan pengawet) dikenakan zakat.

4. Malik berpendapat bahwa tanaman yang bisa tahan lama kering, dan diproduksi atau diusahakan oleh manusia dikenakan zakat.

5. Syafi’i berpendapat bahwa semua tanaman yang mengenyangkan (memberi kekuatan), bisa disimpan (padi, jagung) dan diolah manusia wajib dikeluarkan zakatnya.

6. Ahmad bin Hambali berpendapat bahwa semua hasil tanaman yang kering, tahan lama, dapat ditimbang (takar) dan diproduksi (diolah) oleh manusia dikenakan zakat.

7. Mahmud Syaltut, berpendapat bahwa semua hasil tanaman dan buah-buahan yang dihasilkan oleh manusia dikenakan zakat.



Dalam persoalan ini, penulis cenderung kepada pendapat Mahmud Syaltut, karena pada hakikatnya bukan jenis tanamannya yang dikenakan zakatnya, tetapi tanaman apapun merupakan karunia Allah. Dengan perkembangan perekonomian sekarang, tanaman-tanaman yang belum dikenal pada zaman Nabi telah menjadi komoditas yang sangat menguntungkan, misalnya di Indonesia yaitu kelapa sawit, cengkeh, lada, kopi, buah-buahan, anggrek, tanaman hias dan tanaman lainnya.


Syarat zakat pertanian

Pertama, berupa tanaman atau buah-buahan yang dapat berkembang, sebab zakat adalah bagian dari barang tersebut atau bagian dari jenisnya tanpa melihat kepemilikan tanahnya.

Kedua, nisabnya 5 ausaq berdasarkan hadist Nabi : ”Harta yang kurang dari 5 ausaq tidak wajib zakat.”


Sedangkan kadar zakat, menurut ketentuannya tanaman yang bergantung kepada tadah hujan, maka kadar zakatnya sebanyak 10%, sedangkan tanaman yang mempergunakan alat-alat yang memerlukan biaya termasuk pemeliharaannya, kadar zakatnya 5%.

Zakat Peternakan
Dalam berbagai hadis dikemukakan bahwa hewan ternak yang wajib dikeluarkan zakatnya setelah memenuhi persyaratan tertentu ada tiga jenis hewan ternak yaitu unta, sapi dan domba. Sedangkan di luar ketiga jenis tersebut, para ulama berbeda pendapat. Abu Hanifah berpendapat bahwa pada binatang kuda dikenakan kewajiban zakat, sedangkan Imam Maliki dan Imam Syafi’i tidak mewajikannya, kecuali bila kuda itu diperjualbelikan. Hal yang senada diungkapkan oleh Sabiq[13] bahwa tidak ada kewajiban zakat selain hewan ternak yang tiga tersebut Sedangkan kuda, keledai, dan himar tidak wajib zakat atasnya kecuali jika diperdagangkan. Dalam al-Mausu’ah al-Fiqiyyah dikemukakan bahwa dalam hal ternak kuda, sebagian ulama mewajibkannya, sebagian lagi menyatakan tidak. Sedangkan keledai, himar dan binatanag lainnya, tidaklah dikenakan kewajiban zakat kecuali jika diperjualbelikan. Yusuf al-Qaradhawi membahas zakat sapi, mengutip pendapat Ibnu Mundzir yang menganologikan kerbau pada sapi. Bahkan, ia menyatakan bahwa kedua jenis binatang ini, wajib dikeluarkan zakatnya, berdasarkan ijma’ ulama.
Karena itu, apabila diperhatikan dali-dalil dalam Al-Qur’an dan hadits serta pendapat para ulama, dapatlah disimpulkan bahwa hewan ternak selain tiga jenis tersebut di atas, yanag kini dalam perekonomian modern berkembang pesat, seperti peternakan unggas, tidaklah termasuk pada kategori zakat hewan ternak, melainkan pada zakat perdagangan, karena memang sejak awal, jenis peternakan ini sudah diniatkan sebagai komoditas perdagangan.

Nisab dan kadar zakat hewan ternak berbeda-beda untuk setiap jenis dan jumlah ternak. Untuk unta, nisabnya mulai dari 5 ekor unta dengan kadar zakatnya untuk jumlah 5-9 ekor unta adalah 1 ekor kambing yang berumur 2, sedangkan jika jumlahnya melebihi 121 ekor maka kadar zakatnya 3 ekor anak unta betina berumur 2 tahun atau lebih. Sedangkan sapi / kerbau, nisabnya mulai 30-39 ekor yang kadar zakatnya 1 ekor sapi/kerbau berumur 1 tahun. Untuk kambing, nisabnya mulai 40, dan kadar zakatnya untuk jumlah 40 -120 adalah 1 ekor anak kambing berumur 1 tahun.
Hewan-hewan yang diperselisihkan oleh fuqaha berkenaan dengan macamnya dan ada pula sifatnya. Yang diperselisihkan macamnya adalah kuda, dimana jumhur ulama menyatakan kuda tidak wajib dizakati. Mengenai sifat hewan yang diperselisihkan ialah antara yang digembalakan dan tidak digembalakan. Zakat peternakan ini hanya diperlakukan bagi hewan-hewan yang sengaja diternakkan, tidak dengan maksud diperjualbelikan. Sedangkan untuk hewan-hewan yang dibudidayakan dengan maksud untuk diperjualbelikan hewannya ataupun hasilnya seperti ayam (pedaging & petelur), bebek, sapi (perah & potong) , unta, kuda, biri-biri, madu dan lain sebagainya dikenakan zakat perdagangan.

Zakat Perdagangan

Hampir seluruh ulama sepakat bahwa perdagangan itu setelah memenuhi syarat tertentu harus dikeluarkan zakatnya. Yang dimaksud harta perdagangan adalah semua harta yang bisa dipindah untuk diperjualbelikan dan bisa mendatangkan keuntungan Kewajiban zakat harta perdagangan ini berdasarkan nash Al Qur’an, hadist dan ijma’. Firman Allah :

”...Dan keluarkan zakat dari hasil usahamu yang baik-baik.....” QS 2 : 267

Nash al Qur’an ini bersifat umum, yang berarti zakat atas semua harta yang dikumpulkan dengan cara bekerja yang halal, termasuk berjual beli. Sedangkan dasar hadis diantaranya adalah ” riwayat dari Abu Dawud dari Samurah bin Jundus, dia berkata : Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk mengeluarkan sadaqah dan zakat dari apa yang kita jual. [14]


Syarat-syarat harta perdagangan

Syarat umum dari zakat harta perdagangan adalah adanya nisab, sudah satu tahun, dan bebas dari hutang, termasuk kebutuhan pokok. Sedangkan syarat praktisnya adalah adanya niat memperdagangkan harta dagangan, dan niat untuk memperoleh penghasilan. (Inayah, 2003)[15]. Menurut Mahzhab Syafi’i, syarat barang perdagangan pertama adalah dia memiliki barang itu dengan jalan membeli, niat ketika membeli untuk diperdagangkan (apabila dimiliki dengan jalan pusaka, wasiat atau hibah tidak menjadi tijarah).[16]

Standar zakat harta perdagangan

Standar zakat ini biasanya berupa harta atau uang yang ada saat ini, juga mata uang, barang berharga, hutang, barang yang bisa diperjualbelikan (persediaan) dan harta yang dapat dihitung dengan nilai harga tetap (fix asset)

Nilai zakat harta perdagangan para fuqaha berbeda pendapat mengenai nilai yang dihitung ketika mengeluarkan zakat yaitu : Pertama, harta dagangan hendaknya dihitung dengan harga barang di pasar ketika sampai waktu wajib zakat. Hal ini berdasarkan pada riwayat dari Zaid bin Jabir, dia berkata : ”Hitunglah sesuai dengan harganya ketika datang zakat, kemudian keluarkanlah zakatnya.” [17] Kedua, harga barang tersebut dihitung dengan harga yang hakiki terhadap nilai barang dagangan, pendapat ini berdasar riwayat dari Ibnu Abbas, dia berpendapar : Sebaiknya menunggu waktu sampai menjual untuk memperkuat bahwa taksiran itu sempurna atas dasar nilai barang yang hakiki yang dijual dengan harta dagangan.” Sedangkan pendapat ketiga adalah orang harus membayar zakat dengan harga yang dia beli dengan nilai harta dagangan.[18] Nisab zakat harta perdagangan adalah senilai dengan 20 misqal emas, dengan kadar zakat 2,5% berdasarkan hadis : ”Berikan zakatnya dari setiap 40 dirham, 1 dirham.[19]



Zakat Barang Temuan dan Hasil Tambang

Meskipun para ulama telah sepakat tentang wajibnya zakat pada barang tambang dan barang temuan, tetapi mereka berbeda pendapat tentang makna barang tambang (ma’din), barang temuan (rikaz), atau harta simpanan (kanz), jenis-jenis barang tambang yang wajib dikeluarkan zakatnya dan kadar zakat untuk setiap barang tambang dan temuan.[20]

Kewajiban zakat atas rikaz, ma’din dan kekayaan laut ini dasar hukumnya adalah keumuman nash dalam QS Al Baqarah, 2 : 103, 267. Rikaz menurut jumhur ulama adalah harta peninggalan yang terpendam dalam bumi atau disebut harta karun. Rikaz tidak disyaratkan mencapai haul, tetapi wajib dikeluarkan zakatnya pada saat didapatkan. Kadar zakat rikaz yaitu seperlima (20%). Hal ini dijelaskan di dalam Hadist Nabi s.a.w :



Artinya :

Dari Abu Hurairah, telah berkata Rasullullah s.a.w : ”zakat rikaz seperlima” (HR Bukhari dan Muslim).



Ma’din adalah segala sesuatu yang diciptakan Allah dalam perut bumi, baik padat mauun cair seperti emas, perak, tembaga, minyak, gas, besi sulfur dan lainnya. Besar zakat yang harus dikeluarkannya sama dengan rikaz yaitu seperlima. Namun mengenai nisabnya ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama.[21]

Pendapat yang lebih kuat dan didukung oleh Yusuf Qardhawi adalah bahwa rikaz tetap harus memenuhi persyaratan nisab, baik yang dimiliki oleh individu maupun negara. Demikian juga hasil yang dikeluarkan dari laut seperti mutiara, marjan, dan barang berharga lainnya, nisabnya dianalogkan dengan zakat pertanian.

Kategori yang kedua adalah zakat berdasarkan modal dan hasil yang didapat dari modal tersebut. Untuk zakat ini mengikuti persyaratan haul, yaitu berlaku satu tahun.



Sumber-sumber zakat dalam perekonomian modern

Zakat Profesi



Zakat Perusahaan

Para ulama kontemporer menganalogikan zakat perusahaan kepada zakat perdagangan, karena dipandang dari aspek legal dan ekonomi, kegiatan sebuah perusahaan intinya berpijak pada kegiatan trading atau perdagangan.

Hal tersebut dikuatkan oleh keputusan seminar zakat di Kuwait, tanggal 3 April 1984 tentang zakat perusahaan sebagai berikut:

Zakat perusahaan disamakan dengan perdagangan apabila kondisi-kondisi sebagai berikut terpenuhi :

1. Adanya peraturan yang mengharuskan pembayaran zakat perusahaan tersebut.

2. Anggaran Dasar perusahaan memuat hal tersebut.

3. RUPS mengeluarkan keputusan yang berkaitan dengan hal itu.

4. Kerelaan para pemegang saham menyerahkan pengeluaran zakat sahamnya kepada dewan direksi perusahaan.



Pendapat ini berdasarkan prinsip usaha bersama yang diterangkan dalam hadis Nabi saw. tentang zakat binatang ternak yang penerapannya digeneralisasikan oleh beberapa madzhab fikih dan yang disetujui pula dalam Muktamar Zakat I. Idealnya perusahaan yang bersangkutan itulah yang membayar zakat jika memenuhi keempat kondisi yang disebutkan di atas. Jika tidak, maka perusahaan harus menghitung seluruh zakat kekayaannya kemudian memasukkan ke dalam anggaran tahunan sebagai catatan yang menerangkan nilai zakat setiap saham untuk mempermudah pemegang saham mengetahui berapa zakat sahamnya. (fatwa zakat kontemporer).

Mengingat penganalogian zakat perusahaan kepada zakat perdagangan maka pola penghitungan, nisab dan syarat-syarat lainnya juga mengacu pad zakat perdagangan. Dasar penghitungan zakat perdagangan adalah mengacu pada suatu riwayat yang diterangkan Oleh Abu Ubaid dalam kitab Al Amwal “Apabila telah sampai batas waktu untuk membayar zakat, perhatikanlah apa yang engkau miliki baik uang (kas) ataupun barang yang siap diperdagangkan (persediaan), kemudian nilailah dengan nilai uang. Demikian pula piutang. Kemudian hitunglah hutang-hutangmu dan kurangkanlah atas apa yang engkau miliki”

Dari penjelasan diatas maka pola penghitungan zakat perusahaan adalah didasarkan pada neraca (balance sheet) dengan mengurangkan kewajiban lancar atas aktiva lancar. Metoda penghitungan ini biasa disebut dengan metoda Syar’iyyah, Metode ini digunakan di Saudi Arabia dan beberapa negara Islam lainnya sebagai pendekatan penghitungan zakat perusahaan.



Zakat Surat-surat Berharga

1. Zakat Saham

Salah satu bentuk harta yang berkaitan dengan perusahaan dan bahkan berkaitan dengan kepemilikannya adalah saham. Pemegang saham adalah pemilik perusahaan yang mewakilkan kepada manajemen untuk menjalankan operasional perusahaan. Pada setiap akhir tahum biasanya pada watku Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dapatlah diketahui keuntungan (deviden) perusahaan termasuk juga kerugiannya. Pada saat itulah ditentukan kewajiban zakat terhadap saham tersebut.

Yusuf al Qaradhawi mengemukakan dua pendapat yang berkaitan dengan kewajiban berzakat pada saham tersebut. Pertama jika perusahaan itu merupakan perusahaan industri murni, artinya tidak melakukan kegiatan perdagangan maka sahamnya tidaklah wajib dizakati, Misalnya perusahaan hotel, biro perjalanan dan angkutan (darat, laut udara). Alasannya adalah saham-saham itu terletak pada alat-alat perlengkapan , gedung-gedung, sarana dan prasarana lainnya, Akan tetapi keuntungan yang ada dimasukkan ke dalam harta para pemilik saham tersebut, lalu zakatnya dikeluarkan bersama harta lainnya. Pendapat ini dikemukakan pula oleh Syaikh Abdul Rahman Isa. Kedua, jika perusahaan tesebut merupakan perusahaan dagang murni yang membeli dan menjual barang-barang, tanpa melakuakn kegiatan pengolahan, seperti perusahaan yang menjual hasil-hasil industri, perusahaan daganginternasional, perusahaan ekspor impor, maka saham-saham atas perusahaan itu wajib dikeluarkan zakatnya. Hal yang sama berlaku pada perusahaan industri dagang, seperti perusahaan yang mengimpor bahan-bahan mentah, kemudian mengolah dan menjualnya, contohnya perusahaan minyak, perusahaan pemintalan kapas dan sutera, perusahaan besi danbaja dan perusahaan kimia.

Menurut Abudurrahman Isa kriteria wajib zakat aatas saham-saham perusahaan adalah perusahaan perusahaan itu harus melakukan kegiatan dagang, apakah disertai dengan kegiatan industri ataupun tidak

Sementara itu beberapa ulama berpendapat bahwa saham dan juga obligasi adalah harta yang dapat diperjual belikan karena itu pemiliknya mendapatkan keuntungan dari hasil penjualannya, sama seperti barang dagangan launnya. Karenan nya saham dan obligasi termasuk ke dalam katergori barang dagangan dan sekoligus merupakan objek zakat.

Sejalan dengan itu Muktamar Internasional Pertama tentang zakat di Kuwait (29 rajab 1404) menetapkan kewajiban zakat terhadap saham.

Karena itu dari sudut Islam , saham termasuk ke dalam harta yang wajb dikeluarkan zakatnya.





[1] Mannan, M.A. Islamic Economics : Theory and Practice. Lahore. 1970.

[2] Kahf, Monzer. The Principle of Socioeconomics Justice in The Comtemporarry Fiqh of Zakah. Iqtisad. Journal of Islamic Economics. Vo. 1. Muharram 1420 H / April 1999.

[3] Ali, Mohamad Daud. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. UI Press. Jakarta. 1988.

[4] Hafidhuddin, Didin, Dr. Zakat dalam Perekonomian Modern. Gema Insani Press. Jakarta. 2002.

[5] al Qardhawi, Yusuf. Hukum Zakat. (Terjemah) . PT. Pustaka Litera Antarnusa. Jakarta, 1998.

[6] Hafidhuddin, op.cit.

[7] al Qardhawi, Yusuf . op.cit.

[8] lihat Ibnul Qayyim dalam Hafidhuddin.op.cit

[9] al Qardhawi, Yusuf. opcit.

[10] Didin Hafidhuddin. Opcit.

[11] ibid

[12] Hasan, M. Ali. Masail Fiqhiyyah : Zakat, Pajak, Asuransi & Lembaga Keuangan. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta. 2000.

[13] Abdurrahman Al-jaziiri, opcit.

[14] al Qardawi, Yusuf. .opcit.

[15] Inayah, Gazi. Teori Komprehensip tentang Zakat dan Pajak. (Terjemah). PT Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta. 2003

[16] Ali, Mohammad Daud. Op.cit

[17] Abu Ubaid dalam Gazi Inayah. Op.cit

[18] al Qardhawi, Yusuf. opcit

[19] al Qardhawi, Yusuf. Opcit.

[20] Wahbah az Zuhaili dalam Hafiduddin, opcit.

[21] Qardhawi, Yusuf. Op.cit. hal 410-432

Sumber : ekonomisyariah.org
Oleh : Emmy Hamidiah