25 Mei 2008

Naiknya Harga Bahan Bakar Minyak (BBM)

Masyarakat di seluruh penjuru negeri, pada bulan ini mendapatkan sebuah kejutan dari pemerintah berupa kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan mulai berlaku Sabtu, 24 Mei 2008 pukul 00.00 WIB. Sebelum kebijakan harga ini ditetapkan, beberapa minggu sebelumnya sudah terdengar akan adanya kenaikan harga BBM yang memicu demonstrasi di berbagai daerah dan berakhir dengan kericuhan.
Kebijakan yang dipandang sebagai kebijakan yang tidak populer ini terpaksa diambil pemerintah karena situasi yang mulai tidak bersahabat. Beberapa pertimbangan pemerintah antara lain adalah harga minyak dunia yang saat ini mencapai harga di atas 100 US Dolar per barel (berkisar di harga 120-150 US Dolar per barel) dan berpengaruh terhadap subsidi pemerintah di Anggaran Pengeluaran dan Belanja Negara (APBN). Nilai subsidi sebesar Rp. 95 triliun membengkak menjadi Rp. 125 triliun. Pertimbangan lainnya, seperti yang pernah diungkapkan Wakil Presiden, Jusuf Kalla adalah subsidi BBM lebih banyak dinikmati orang kaya sehingga pemerintah merasa sia-sia untuk terus mengeluarkan subsidi yang tinggi untuk bahan bakar minyak (BBM). Perlu diingat, ini adalah kenaikan harga BBM yang ketiga pada era pemerintahan SBY-JK.
Sudah pasti dampak dari kenaikan harga BBM adalah kenaikan harga-harga bahan kebutuhan pokok dan tarif transportasi. Dan yang terasa paling memberatkan adalah kenaikan harga bahan kebutuhan pokok. Di tengah situasi perekonomian yang belum kondusif dan tingkat kesejahteraan penduduk yang masih belum membaik tentu saja hal ini adalah pukulan mutlak bagi penduduk terlebih mereka yang tergolong penduduk menengah ke bawah.
Pemerintah memberi sebuah solusi untuk penduduk golongan menengah ke bawah dengan program Bantuan Langsung Tunai (BLT). Tapi, program ini masih menyisakan pro dan kontra. Bagi mereka yang setuju, program ini dianggap sebagai ”obat yang mujarab” untuk meringankan beban penduduk yang kurang mampu. Bagi mereka yang kurang setuju, program BLT ini dianggap terlalu memanjakan penduduk sehingga nantinnya penduduk menjadi malas untuk berusaha. Apalagi berdasarkan pengalaman 2005, program BLT dinilai kurang efektif dan tidak tepat sasaran serta menimbulkan masalah karena banyaknya data yang tidak valid sehingga banyak orang-orang yang tidak berhak menerima BLT mendapatkan kompensasi kenaikan harga BBM tersebut.
Pemerintah juga memberikan janji untuk meringankan beban penduduk menghadapi kenaikan harga BBM ini, antara lain janji pemerintah tersebut adalah perpanjangan jatah raskin yang diberikan 15 kg per rumah tangga sasaran per bulan, dari 10 bulan menjadi 12 bulan. Artinya, November-Desember 2008, raskin tetap diterima oleh warga yang berhak. Kedua, akan diberikan bagi PNS golongan I dan II, tamtama- TNI dan Polri, bantuan pendidikan sebesar Rp. 150 ribu dibayarkan Juli satu kali karena Juni masuk tahun ajaran baru. Dan ketiga, diberikan pasar murah dari BUMN dan swasta untuk lima juta kepala keluarga khususnya buruh dan masyarakat pedesaan dan perkotaan berpendapatan tetap dengan paket belanja jumlahnya Rp. 50 ribu per paket. (Sumber : Menko Kesra). Dal satu lagi, janji pemerintah yang nantinya harus benar-benar diamati adalah, kenaikan harga BBM ini tidak akan menambah jumlah orang miskin.
Solusi di balik Kenaikan Harga BBM
Diakui atau tidak, sebenarnya menaikkan harga BBM bagaikan memakan buah simalakama bagi pemerintah. Di satu sisi, tidak menaikan harga BBM berarti menguras keuangan negara dengan subsidi yang terus membengkak dan di sisi lain, menaikkan harga BBM hanya menimbulkan keresahan bagi masyarakat.
Pada akhirnya, pemerintah harus mengambil kebijakan menaikkan harga BBM meskipun kebijakan ini dianggap sebagai mimpi buruk oleh sebagian besar penduduk Indonesia.
Sebenarnya, ada beberapa langkah yang bisa diambil pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM meskipun berada di tengah keadaan yang tidak menguntungkan. Pemerintah perlu menjamin perekonomian yang kondusif karena pemerintah (negara) memiliki peran untuk mengusahakan individu-individu memenuhi kebutuhannya dengan cara menciptakan perekonomian yang kondusif (Kahf, 1998). Beberapa langkah tersebut adalah :
1. penghematan belanja negara hingga 20 persen, mulai dari kantor kepresidenan, DPR, kementrian, dan lembaga negara lain. Minimal Rp. 20 Triliun bisa dihemat di sini. Sekarang, tidak tampak nuansa krisis. Lihatlah suasana dan fasilitas kantor pemerintah dan perilaku pejabat-pejabatnya. Tidak tampak sedikitpun nada prihatin. Bahkan gaya hidup mereka pun tidak mencerminkan pemimpin dari suatu daerah yang sedang menderita.
2. pembayaran angsuran hutang harus dijadawalkan kembali, bahkan pembayaran bunga (riba) hutang yang ternyata memakan porsi yang cukup besar harus tidak dilakukan. Dalam APBN tahun 2008 ini cicilan pembayaran hutang plus bunganya mencapai Rp. 151, Triliun (Beritasore.com, 25/11/2007). Untuk membayar bunga saja sekitar Rp. 94 Triliun (lebih dari 10 miliar dolar AS). Karena itu, penagguhan ini jelas akan membantu mengurangi beban berat APBN.
3. memanfaatkan dana APBD yang mengendap di BI dalam bentuk SBI yang bunganya jelas menambah beban pemerintah. Sepanjang tahun 2007, dana APBD mengendap di BI dalam bentuk SBI mencapai sedikitnya Rp. 146 triliun (Waspada Online, 27/8/07). Lebih dari itu, sepanjang tahun 2007, ternyata APBD kita rata-rata surplus cukup besar (Okezone.com, 6/5/08). Ini jelas bisa dimanfaatkan secara optimal untuk mengurangi beban pemerintah dan masyarakat.
4. pajak progresif terhadap pajak yang boooming seperti minyak, gas, batubara, tembaga, dan perkebunan. Tax rate-nya dinaikkan sejalan dengan kenaikkan harga. Jika taz rate atas minyak ditetapkan ditetapkan 50 persen, penerimaan pajak bisa naik minimal Rp. 9 triliun. Jika 60 persen, naiknya Rp. 15 triliun (Drajat Wibowo, Republika, 7/5).
5. memangkas perantara yang ada dalam ekspor dan impor minyak. Perantara ini cuma calo, berbasis di Singapura dan mengambil margin minimal 0,5-1 dolar AS per barel (Drajat Wibowo, Repulbika, 7/5).
6. lindung nilai (hedging) harga minyak dapat menghemat sedikitnya Rp. 55, 2 triliun. Jika realisasi harga minyak 115 dolar AS perbarel dan hedging beli di harga 95 dolar AS, terdapat selisih 20 dolar AS terhadap konsumsi BBM 35, 5 juta kiloloter, ada potensi penerimaan Rp. 44, 59 triliun (Sunarsip, Repulbika, 7/5).
7. menekan besaran alpha (margin distribusi BBM). Pendistribusian BBM bersubsidi ke Pertamina dari 9 persen menjadi 5 persen. Subsidi yang bisa dihemat dari penurunan alpha Rp. 9, 534 triliun (Agung Pri Rakhmanto, Repulbika, 7/5).

Dari tujuh langkah di atas, akan di dapat dana lebih besar daripada dana kenaikan BBM. Selain itu, pemerintah juga harus bersungguh-sungguh berusaha mengembalikan dana BLBI yang menguap entah kemana. Pemerintah akan mendapat Rp. 35 triliun untuk kenaikan harga BBM. Bandingkan dengan dana BLBI yang telah dikorup para konglmerat hitam, yang menurut catatan Kompas (2/1/2003) sekitar Rp. 225 triliun.
Pemerintah juga perlu melakukan nasionalisasi perusahaan perminyakan di Indonesia yang dikuasai pihak asing untuk meningkatkan produksi bahan bakar dan menambah cadangan bahan bakar yang akan dikonsumsi masyarakat serta mengurangi impor minyak yang dilakukan Indonesia. Apakah bukan menjadi satu hal yang memilukan, Indonesia sebagai salah satu negara penghasil minyak, masih mengimpor minyak dari luar negeri ?
Nasi sudah menjadi bubur, harga BBM sudah mengalami kenaikan. Sekarang yang bisa dilakukan adalah melakukan penghematan seefisien mungkin. Ingat, kita, sebagai warga negara juga memiliki kontribusi terhadap kenaikan harga BBM ini. Kontribusi tersebut adalah konsumsi bahan bakar yang kita lakukan dan umumnya konsumsi lewat kendaraan bermotor. Mulai dari sekarang, kita harus melakukan langkah penghematan dengan mengubah kebiasaan kita selama ini, yaitu setiap orang harus punya satu kendaraan. Lebih baik kita menggunakan angkutan umum, selain untuk menghemat pemakaian bahan bakar, kebiasaan ini juga bisa dijadikan salah satu cara penghematan pengeluaran kita untuk pembelian bahan bakar.
Langkah lainnya adalah tidak menggunakan kendaraan bermotor untuk berpergian ke tempat-tempat yang relatif dekat. Kita bisa berjalan kaki atau menggunakan sepeda untuk berpergian ke tempat-tempat yang relatif dekat. Selain menghemat bahan bakar, berjalan kaki atau bersepeda terbukti juga ramah lingkungan dan kedua langkah ini bukanlah suatu hal yang primitf. Hal inilah yang dilakukan negara-negara tetangga kita, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, bahkan Hong Kong untuk melakukan penghematan konsumsi bahan bakar minyak, sehingga ditengah situasi harga minyak dunia yang terus meroket, negara-negara tersebut sepertinya tidak merasakan dampak dari kenaikan harga minyak dunia.

Referensi :
Buletin Dakwah Al Islam, edisi 405 tahun XII.
Harian Sriwijaya Post, Sabtu, 24 Mei 2008.
Harian Sumatera Ekspres, Sabtu, 24 Mei 2008.Karya Tulis Ekonomi Islam oleh Chandra Natadipurba dengan judul Peran Negara Dalam Sistem Islam untuk Membangun Kesejahteraan (disampaikan pada Temu Ilmiah Nasional

Tidak ada komentar: